Jumat, 16 September 2011

 PANORAMA SOSIOLOGI

I.  Pengantar
            Seseorang disebut sosial apabila ia dalam kelakuannya memperhatikan sesamanya dan berbuat baik untuk dia. Sikap sosial dan sosiologi sering dicampuradukan. Inilah kesalahannya: yang pertama merupakan praktek yaitu rentetan perbuatan-perbuatan, sedangkan yang kedua adalah ilmu atau suatu keseluruhan pengertian. Ilmu inilah yang melahirkan banyak konsep tentang sosietas itu sendiri.
            Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat. Namun harus selalu diingat bahwa kata masyarakat dipakai dalam arti “kehidupan bersama (sosietas)” yang mempunyai banyak tingkatan. Sosiologi lahir dari observasi dan renungan ilmiah manusia atas kehidupn bersamanya. Pemikiran ilmiah selalu hendak menerobos sampai kelatarbelakang dari gejala-gejala yang tampak dipermukaan, mempermasalahkan penyebabnya atau mencari rangkaian sebab-akibat serta menempatkannya dalam suatu konteks lebih besar yang pada umumya tidak langsung dapat diamati. Kita akan melihat bagaimana sosiologi itu lahir dan apa yang menyebabkan sosiologi itu lahir.  Kita juga akan melihat bagaimana para tokoh sosiologi memaparkan argumen-argumennya sehingga sosiologi tetap eksis sampai masa sekarang.

II.   Sebab Munculnya Sosiologi
Mengapa munculnya suatu ilmu yang dinamakan Sosiologi? Menurut Berger, pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap sebagai hal-hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata menghadapi apa yang oleh Berger disebut Threats to the taken-for-granted world[1]. Manakala hal-hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologis. Bagi Berger, ada banyak ancaman yang muncul terhadap hal-hal yang diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran. Ancaman yang paling kuat muncul adalah disintegrasi terhadap kesatuan masyarakat abad pertengahan, khusunya disintegrasi dalam agama Kristen.
            L.Laeyendecker pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan berjangka yang diidentifikasiknya ialah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad 15 yaitu perubahan-perubahan dibidang sosial politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Marthin Luther, meningkatnya Individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri dan revolusi industri pada abad 18 serta revolusi Prancis. Dari sinilah muncul kelas sosial yang membagi masyarakat menjadi beberapa kelas. Dan tidak hanya itu akibat dari industri dan ilmu pengetahuan tetapi juga mengakibatkan  perubahan pola berpikir dan bertindak masyarakat.

III.    Pemikiran Sebelum Munculnya Sosiologi
Sejak awal mula kehidupan umat manusia didunia, orang memikirkan kehidupan bersama. Namun renungan itu tidak selalu bersifat ilmiah, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa sosiologi sudah ada sejak awal dunia. Lama kelamaan pikiran tentang masyarakat bersifat falsafah. Plato(427-347). Dalam teori sosialnya lebih mementingkan masyarakat dan menganaktirikan individu. Individualisme disamakanya dengan egoisme dan egoisme kelompok dengan altruisme.[2] Susunan negara yang dicita-citakan Plato adalah sintesis antara aristokrasi dengan demokrasi.
            Aristoteles( 384-322sM). Ia mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok sejauh merupakan kenyataan. Tingkah laku dipandang dari empat segi yakni: kecenderungan bawaan ( philia), membentuk kelompok khusus, mendirikan negara, keterikatan pada peraturan-peraturan sosial, adat istiadat, kaidah dan hukum (nomos)[3]. Thomas Hobes(1588-1697) dan spinoza(1632-1677) memakai istilah “ fisika sosial” yang mengatakan bahwa kehidupan bersama berasal dari dorongan-dorongan aktif dalam diri manusia. Dorongn itu mengarah kepada individulisme ekstrem dimana tiap orang adalah lawan dari orang lain. Kemudian muncul tokoh yng melihat masyarakat dari segi hukum yaitu Montesque(1689-1755). Dalam bukunya L’Es Prit lois(1748) mengajarkan bahwa hukum-hukum berlaku dalam masyarakat membuktikan cara berpikir dan bertindak dari suatu bangsa pada umumnya dan lembaga-lembaga sosial, khususnya pemerintah yang menjadi akibat keharusan hukum tertentu yang tak pernah dihindari. Hukum-hukum mengisyaratkan pelbagai faktor seperti iklim, tanah, agama dan lain-lain.[4]

 IV. Para Printis Awal lahirnya Sosiologi (Abad 18-19)

Rasionalisme dan metode Induktif menghasilkan penemuan-penemuan tentang hukum-hukum alam sesuai dengan apa yang mereka selidiki dari alam, tidak seperti yang mereka ketahui dari agama dan filsafat idealisme. Dari sendirinya timbul konflik  antara para penemu ilmiah dengan pemuka negara dan agama yang berkuasa pada waktu itu. Peristiwa Galileo Galilei adalah salah satu contoh terkenal dengan konflik ini. Pada mulanya para penguasa dengan mudah menindas para penemu ilmiah. Tetapi berangsur-angsur ahli ilmu pengetahuan menunjukan keunggulannya karena penemuan mereka ternyata lebih berguna bagi hidup manusia. Puncaknya terjadi revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial politik di Prancis. Rakyat bukan hanya mempertanyakan kekuasaan raja, bangsawan dan rohaniwan tetapi juga berontak melawan dan berhasil untuk menggulinginya. Revolusi Prancis menggemakan semboyannya yang terkenal dan berpengaruh kuat sampai sekarang: Liberte(kebebasaan), Egalite(persamaan), Fraternite(persaudaraan). Semboyan yang merasuki masyarakat modern ini jelas bertentangan dengan pemikiran masyarakat terstruktur dalam negara monarki dan aristokrasi. Keadaan ini mendesak para pemikir untuk memikirkan kembali: apakah masyarakat itu? Kemana masyarakat melangkah atau bagaimanakah masyarakat itu sebenarnya? Maka bermunculan para pemikir. Doyle Paul membagi tokoh-tokoh ini menjadi dua masa, masa pertama disebut sebagai tokoh sosiologi klasik ialah Saint Simon, Comte, Spencer, Durkeim, Weber, dan Simmel. Mereka ini oleh Lewis Coser disebut sebagai pemuka pemikiran sosiologis (Master of sosiological thought). Dan tokoh sosiologi masa kini yaitu Mead, goffman, Homans, Thibaut, dan kelly, Mills, Peter berger dan lain-lain. Tokoh ini banyak menyumbangkan pemikiran untuk perkembangan sosiologi sampai sekarang ini.[5]

Claude Henry saint-simon(1760-1825). Saint-Simon adalah seorang pengkritik sosial yang tajam. Kebobrokan masyarakat yang terjadi di Prancis menginspirasikan kepadanya untuk melakukan studi positivisme. Ada empat keyakinan yang melukiskan ide positivismenya yaitu: Pengetahuan dibutuhkan untuk mengubah pandangan baru tentang dunia, suatu ilmu sosial dibutuhkan untuk dianalisis menuju pengetahaun natural seperti fisika dan biologi. Ilmu harus mengganti agama karena kenyataan peran agama sangat menyolok dalam tata moral, ilmu pengetahuan akan menentukan gerak dari seluruh hidup.[6]

Auguste Comte(1798-1857). Seorang ahli fisika dari Prancis. Dalam sosiologi, dia disebut bapak sosiologi. Nama “sosiologi” merupakan hasil ciptaannya, suatu gabungan antara kata romawi socius (kawan atau teman) dan kata Yunani logos (disiplin ilmu) yang artinya ilmu yang mempelajari tentang sosietas dengan memiliki struktur atau sistem tertentu. Comte melihat masyarakat sebagai suatu “ada” sendiri sebagaimana benda dan organisme dengan tatanan objektifnya. Ia melihat masyarakat lebih mirip organisme yang dapat berkembang daripada benda mati yang statis. Ia membedakan statika-sosial yang mempelajari struktur tatanan masyarakat dan dinamika sosial yang mempelajari proses atau perkembangan masyarakat. Tugas sosiologi adalah menemukan hukum-hukum atau tatanan objektif masyarakat termasuk perkembangannya. Comte menemukan tiga tahap perkembangan masyarakat dengan cirinya masing- masing: Telogis (cara melihat manusia dan alam semesta dalam disposisi relasi dengan Allah), Metafisik (cara berpikir yang menyeluruh, memiliki logika rasional) dan Positivisme ( bahwa sosiologi muncul dengan suatu metode ilmiah: observasi, eksperimen, perbandingan dan riset historis).

Karl Marx(1818-1883). Seorang filsuf dan sosiolog mengatakan sejarah dari semua masyarakat adalah sejarah perjuangan atau konflik antar kelas. Ia membagi masyarakat dalam dua kelas yaitu kelas pemilik dan kelas yang tidak memiliki. Konflik terjadi didorong oleh kebutuhan ekonomi dan ideologi masing-masing. Kesadaran masyarakat dapat dipengaruhi atau dibentuk oleh mereka yang berkuasa (kelas pemilik), karena itu “ideologi yang satu dari suatu masyarakat” sebenarnya adalah ideologi yang dibuat oleh kelas yang berkuasa. Jadi ideologi palsu  melahirkan kesadaran palsu pula.[7]

Herbert Spencer(1820-1903). Seorang pemikir dari Inggris. Karyanya Synthetic Philosophy yang menerangkan secara menyeluruh teori evolusi masyarakatnya yang dilihatnya sebagai puncak perkembangan dan evolusi biologis serta psikologis. Ia melihat sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari evolusi dalam bentuknya yang paling kompleks yakni masyarakat. Tampaknya, ia optimis terhadap perkembangan masyarakat. Masyarakat industri dikatakannya mempunyai dasar simpati, persahabatan, dan perdamaian. Ia tidak melihat revolusi industri membawa penindasan bagi kaum buruh, (hadirnya imperalisme dan kolonialisme). Baginya itulah bagian dari evolusi masyarakat.

Emile Durkeim (1858-1917). Banyak sosiolog berpendapat bahwa dia sebetulnya digelar sebagai bapak sosiologi sedangkan Auguste Comte hanya berstatus godfather. Maksudnya gagasan sosiologi sebagai ilmu positif berasal dari Comte tetapi penerapan gagasan ini dikembangkan oleh Durkeim. Buku the Division of Labor(1868) merupakan suatu upaya Durkeim untuk memahami fungsi pembagian kerja serta untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanis (masyarakat tradisional) dan solidaritas organis (masyarakat modern). Lambat laun pembagian kerja masyarakat berkembang sehingga solidaritas mekanis berubah menjadi solidaritas organis. Dalam buku Rules of Sosiological Method(1895), Durkeim menawarkan definisinya mengenai Sosiologi. “Sosiologi ialah fakta-fakta sosial yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut.[8] Buku Suicide (1968) merupakan metode yang dirintisnya untuk menjelaskan sebab-sebab terjadinya bunuh diri. Usaha itu dilakukannya dengan mengumpulkan dan menganalisa data kuantitatif. Angka bunuh diri dalam tiap masyarakat dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan dan inilah suatu fakta sosial. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide laju bunuh diri disebabkan integritas sosial yang terlalu kuat.[9] Durkeim kemudian menjadi pelopor sosiologi ilmiah.
Georg Simmel (1858-1918). Simmel mengajak kita untuk bersosiologi dengan mengamati interaksi konkret yang terjadi dalam pertemuan antara manusia di pasar, di tempat pesta dan lainnya yang kemudian disebut sosiasi. Interaksi juga selain menimbulkan persekutuan juga menimbulkan konflik. Dan konflik itu wajar dalam suatu interaksi atau kehidupan sosial. Ia mengamati bahwa orang berinteraksi karena kebutuhan bukan hanya bertukar kebutuhan materi tetapi juga segala sesuatu yang mempunyai nilai sosial. Simmel juga mengamati bahwa lingkungan sosial mempengarui psikologi individu yakni dalam karyanya Metropolis dan Mental Life.
Max Weber (1864-1920). Dia merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The Protestant Ethic and the spirit of Capitalism mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari tindakan sosial (social action) dan interaksinya dengan metode verstehen atau menempatkan diri pada si pelaku untuk memahami motivasinya, si peneliti harus ambil bagian dari kehidupan para pelaku dalam kehidupan sosial yang ditelitinya.[10] Ia menyaksikan dengan cemas perkembangan masyarakat baru ke arah rasionalisasi dan birokratisasi yang makin besar.

 

V Pandangan Ahli Sosiologi Masa Kini

C. Wright Mills berpandangan bahwa untuk memahami apa yang terjadi di dunia maupun apa yang ada dalam diri sendiri manusia memerlukan apa yang dinamakannya sociological imagination ( khayalan sosiologis). Menurut Mills, sociological imagination ini akan memungkinkan kita untuk memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.[11]untuk memahami itu semua diperlukan dua peralatan pokok: personal troubles of milieu dan public issues of social structur. Troubles (kesusahan) berlangsung dalam ciri individu dan dalam jangkauan hubungan langsungnya dengan orang lain. Issues merupakan hal-hal yang berada di luar lingkungan tempat individu dan diluar jangkauan kehidupan pribadinya.
Peter Berger. Ia menganjurkan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi yaitu sebagai seseorang yang suka bekerja bagi orang lain, melakukan sesuatu untuk orang lain, seorang teoritikus di bidang pekerjaan soial, seorang reformasi sosial, seorang yang mengumpulkan data statistik mengenai perilaku manusia,  mencurahkan perhatianya pada pengembangan metodologi ilmiah untuk dipakai dalam mempelajari fenomena manusia.[12] Berger mengakui bahwa berbagai citra yang dianut orang tersebut tidak tepat, keliru dan menyesatkan. Dan daya tarik soiologi terletak pada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologi yang memperoleh gambaran mengenai dunia yang telah kita tempati sepanjang masa. Mengenai “ masalah sosiologi” tidak sama dengan masalah sosial, masalah sosiologi menyangkut pemahaman terhadap interaksi sosial.

 

VI. Relevansi  Dengan Dunia Dewasa Ini

            Selama sosietas itu hadir di bumi ini maka sosiologi tidak akan berhenti untuk melihat dan mempelajarinya. Fenomena yang terjadi dalam segala aspek kehidupan masyarkat ini dapat dilihat dan dipelajari dalam sosiologi. Sosiologi juga menjadi ilmu yang dipelajari oleh kebanyakan manusia dewasa ini karena manusia sadar bahwa ilmu ini menyentuh kehidupan manusia itu sendiri. Tokoh-tokoh sosiologi bermunculan untuk terus mempelajari, meneliti dan menanggapi segala yang terjadi dalam kehidupan ini. 
            Para pakar sosiologi bertemu untuk  mengupas segala persoalan yang terjadi dari sudut sosiologi. Dan sosiologi dapat melihat secara cermat masalah yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat. Masalah yang terjadi di dunia dewasa ini dimana manusia  dalam interakasinya cenderung melihat sesamanya sebagai musuh sehingga konflik, persaingan, peperangan sering terjadi dan  sosiolgi hadir untuk dapat mempelajari situasi ini. Dari latarbelakang inilah Pitirim Sorokim mendefinisikakan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara macam gejala sosial (ekonomi,keluarga dan moral)[13].

VII Penutup
 Sosiologi sebagai ilmu tidak pernah berhenti untuk mengkaji perubahan-perubahan yang terjadi dalam sosietas.[14] Manusia yang berkembang adalah manusia yang tetap mengikuti perubahan zaman tetapi nilai-nilai moral masyarakat masih tetap dipertahankan agar suatu sosietas tidak hanya maju dalam segi materi, pola pikir rasional tetapi tetap memperhatikan nilai-nilai moral.
Ada dua hal mendasar yang terus diwariskan oleh para sosiolog dalam bersosiologi yakni paradigma (kerangka sebagai dasar dalam memahami sesuatu) dan metode (cara kerja ilmiah dalam penelitian sosiologi). Ini menjadikan sosiologi tetap sebagai suatu ilmu yang bermutu dan aktual. Pada akhirnya dengan melihat Panorama ini, membantu pembaca untuk semakin memahami sosiologi secara global dan sekaligus mengantar untuk mengenal dan mempelajari ilmu sosiologi secara lebih cermat dan teliti.
                                      DAFTAR PUSTAKA



Abdulsyani, 2002. Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara



Budianto, Antonius Sad, 1997. Diktat Pengantar Sosiologi. Malang: STFT Widya Sasana



Ritzer,George,1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:        

  Rajawali Pers



Sunarto, Kamanto,1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas            

Ekonomi Universitas Indonesia



Sztompka,Piotr,1993. Sosiologi Perubahan Sosioal. Jakarta: Prenada

.

Veeger, Karel J.MA, 1987. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Gramedia






[1]  Kamanto Sunarto, “Pengantar Sosiologi”,1993: 1.
[2] Plato ( 423-347 sebelum Masehi), seorang filsuf dari atena, dalam karangan “Hukum” menulis: “Kamu telah diciptakan demi kepentingan masyarakat dan bukanlah masyarakat diciptakan demi kepentingan kamu”. Lih.Karel Veeger, MA, “Pengantar Sosiologi”,1987:15.
[3] Ibid atau ibid.
[4] Ibid., hal. 16.
[5] Kamanto Sunarto,”Pengantar Sosiologi”,1993: 16.
[6] “ Pembahasan Dosen”, 20 ferbruari 2007.
[7]  Antonius Sad budi, “ Diktat Pengantar Sosiologi”,!997:14.
[8]fakta social adalah setiap cara bertindak yang telah baku ataupun tidak yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu, Lih. Kamanto Sunarto, “Pengantar Sosiologi”, 1993:5.
[9] Lih. Antonius Sad Budi,”Diktat Pengantar Sosiologi”, 1997:16-18.
[10] Sociology...is a science whice attempts the interpretive understanding of social action in oder to arrive at a causal explanation of its course and effects. Op.cit., hal.14.
[11] The sociological imagination enables us to grap history and biography and the relation the two within society, Kamanto Sunarto,”Pengantar Sosiologi”,1993:15.
[12] The sociologist…is someone concerned with understanding society in a disciplined way. The nature of this discipline is scientific,op.cit, hal. 16.
[13] Abdulsyani, Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002: 5.
[14] Selo Sumarjan dan Soeleman melihat sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari struktur dan perubahan sosial. Op.cit., hal. 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar