Jumat, 16 September 2011

ANALISIS  KRITIS SEPUTAR

DEMONTRASI TERHADAP RUU APP

I.                   Realitas Dibalik Rancangan Undang-Undang APP
         Pornogarafi menjadi polemik praktis kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat mengalami keresahan dengan meningkatnya kejahatah Asusila oleh karena tayangan pornografi dan pornoaksi diberbagai media. Tayangan media itu menjadi masalah mendasar bagi ruang publik (masyarakat) yang didalamnya anak-anak, generasi muda dan kaum tua menikmati tayangan-tayangan media itu. Adegan seks yang muncul dilayar lebar dan penyebaran buku-buku seronok dianggap sudah kelewatan. Beredarnya film-film dan buku tersebut mengundang kritik dan penolakan dari para ulama dan berbagai kelompok masyarakat. Pemerintah dan Parlemen yang memilki tanggung jawab terhadap kesejateraan masyarakat menanggapi realitas sosial yang buruk itu dengan mengeluarkan Rancangan Undang-Undang. Kenyataan dengan dikeluarkannya RUU APP mengundang reaksi dari berbagai pihak yang memicu polemik berpikir, adanya pro dan kontra terhadap hal tersebut.

II.Gambaran Singkat RUU APP
              Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika. Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, surat kabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset.
           UU APP ini bertujuan Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa, Memberikan perlindungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat. Karena itu Pemerintah melarang Setiap orang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa.
III.             Demonstrasi(sikap Pro dan Kontra)
         Kemunculan RUU ini tak elak memancing sikap pro dan kontra.  Sejumlah ormas Islam yang tergolong dalam kaum pemerhati moral  melancarkan demonstrasi untuk mendesak DPR dan pemerintah untuk segara mengesahkannya. Mereka berargumentasi bahwa media massa telah digunakan oleh pihak tertentu untuk merusak moral anak bangsa. Para perempuan khususnya seniman menolak RUU APP dengan seruan luhurnya: pemerintah terlalu jauh mengurus ruang privat setiap orang, menggekang kreatifitas setiap orang (para seniman), adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan, dan agama terlalu jauh mencampuri urusan negara.
IV. Catatan Kritis terhadap Demonstrasi (Pro dan Kontra)
a.     Nilai Demokrasi
         Indonesia sebagai negara demokrasi menyadari akan adanya pluralisme, menghargai kebebasan setiap orang, transparansi dan akuntabilitas tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat, dan mengusung keutamaan umum bukan kepentingan kelompok tertentu. Karena kita mengamini nilai-nilai demokrasi maka tidak menutup kemungkinan akan muncul sikap pro dan kontra terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Demonstrasi merupakan salah sarana demokrasi untuk menyuarakan pendapat masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
         Demonstrasi kaum pro(kaum ulama) dinilai memiliki kepentingan dan kekuasaan. Selain itu mengusung maksud terselubung sebagai langkah awal untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara agama serta mau menghargai dan menghormati harkat dan martabat kaum perempuan. Sedangkan para demonstran yang menentang RUU APP itu, menurut kami mereka tidak mengerti batasan pasti tentang terminologi pornografi dan pornoaksi itu, pemerintah kurang menjawabi dan mengakomodasi aspirasi masyarakat, atau para parlemen tidak mampu menyalurkan keinginan rakyat demi kesejahteraan rakyat banyak dan dinilai hukum (RUU APP) justeru menyiksa dan memaksa kehendak dan kekebasan setiap orang kehusunya kaum perempuan.   
b.     Sikap terhadap RUU APP
          RUU APP itu pada awalnya sangat baik dalam menanggapi maraknya penyebaran pornoaksi dan pornografi melalui media massa. Namun rupanya isi dan makna melenceng dari maksud dan tujuan awalnya. RUU APP ini rupanya dinilai diskriminatif terhadap golongan tertentu di satu pihak dan di pihak lain mengolkan maksud tersembuyi dari pihak tertentu. Kami mendasari penilain kami ini dengan alasan bahwa RUU APP bertentangan dengan UUD 45,  melukai dan mencederai hak privat dalam moralitas personal yaitu hak mengembangkan seni(kreatifitas) dan budaya demi kualitas masyarakat(pasal 28 ay 1 UUD 1945), hak kemerdekaan berpikir dan berpendapat yang merupakan HAM yang tidak dapat dikurangi dalam hal apapun, menghilangkan identitas budaya(28 ay 3 UUD 45). RUU ini memperlihatkan budaya patriakat yang menyuburkan feodalime. Kaum laki-laki mengatur soal seks dan ketubuhan perempuan( mana yang harus ditutup, dan mana yang harus ditojolkan).   
c.      Solusi
         Bangsa Indonesia sampai sekarang belum menyelesaikan masalah ini. Munculnya kecemasan dan kekewatiran dalam masyarakat serta ketidakpastian kebijakan Pemerintah membuat bangsa hanyut dalam kemorosatan moral yang tidak punya kekuatan hukum yang mengikat. Dalam menghadapi situasi pro dan kontra seperti ini membuka mata bagi seluruh masyarakat untuk menyediakan ruang tumbuh bagi kultural proses pembatinan sikap bertanggungjawab pada diri sendiri dan orang lain serta kepada Tuhan, menurut keyakinan moralnya.
         Situasi Pro dan kontra ini mengundang bangsa Indonesia harus mampu membenah politik yang berasaskan demokrasi sejati yang mampu menciptakan kondisi-kondisi penyaluran berbagai aktivitas, aspirasi, dan kretivitas masyarakat sehingga  berbagai kecenderungan negatif (pornografi dan pornoaksi) dapat dilakukan oleh masyarakat dan pihak Pemerintah dalam ruang-ruang dialog, diskusi, debat yang tersedia. Adanya komunikasi yang sehat yang mencari jalan keluar terhadap segala persoalan.  Sarana media massa harus dimanfaatkan secara baik sehingga media massa bukan membawa pada mentalitas instan untuk mencari keuntungan tetapi sungguh menadi sarana informasi untuk pembangunan indonesia.Sikap masyarakat dalam menerima media massa perlu meningkat sikap analitis, kritis dan selektif sehingga dalam mengkonsumsi media tidak hanyut dalam perangkap teknologi.       







                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar