Jumat, 16 September 2011

Pendidikan Menurut Confucius dan
Relevansinya Bagi Pendidikan di Indonesia

I.                   Pendahuluan
Ketika orang berbicara masalah pendidikan maka yang terpikirkan adalah masalah teori pendidikan itu sendiri, metodenya, administrasinya atau problem-problem di dalamnya. Telah dipahami bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksudkan disini bukan hanya pengetahuan tetapi juga tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaannya) agar dapat membangun masyarakat dan negara. Setiap manusia harus memiliki visi ke depan yaitu menjadikan generasi yang berikutnya menjadi lebih maju dan beradab. Confucius telah menunjukan hal ini selama hidupnya. Dengan segala kemampuannya dia memberikan diri untuk membantu dan mendidik sesamanya agar dapat membangun masyarakat menuju situasi yang lebih baik.
II.                Riwayat Hidup Confucius (551-479 SM)
Confucius lahir pada masa pemerintahan Raja Ling dari dinasti Zhou dan menurut tradisi dia dilahirkan pada hari ke dua puluh tujuh bulan lunar ke delapan. Dikebanyakan negara Asia Timur, kelahiran Confucius diperingati pada tanggal 28 September dan di Taiwan pada hari tersebut diberlakukan sebagai hari nasional atau “Hari Guru”[1]. Konon sejak belia ia sudah sangat rajin belajar. Walaupun ia harus bekerja, ia selalu dapat mengatur waktu untuk belajar. Karena kesadaran yang tinggi tentang manfaat pendidikan, ia mempersilakan siapa saja datang kepadanya untuk belajar kepadanya. Confucius adalah seorang guru profesional yang memiliki banyak murid. Dan kemudian dia mendapat kedudukan dan kepercayaan dari pemerintahan kota Lu. Namun karena intrigue politik dan kemorosotan moral penguasa dia mengundurkan diri dari jabatannya (thn. 497SM) dan menjadi guru pengembara yang mengajarkan jalan pemerintahan yang baik. Pada zamannya terjadi revolusi intelektual yang cukup radikal di Cina dimana pendidikan menyentuh semua lapisan masyarakat dari kalangan aristokrat sampai rakyat biasa. Revolusi pendidikan Confucius ini pulalah yang telah memungkinkan terjadinya tranformasi kekuasaan kultural dari istana kepada kelas para sarjana.[2]
Namun yang menjadi misi terpenting kehidupan Confucius bukanlah pengajaran tetapi pekerjan. Semua orang berpendidikan di Cina ingin menjadi pekerja yang baik sama seperti keinginan menjadi pembelajar dan menjadi orang bijaksana. Mereka memiliki idealisme ganda:”Bijak di dalam, berwibawa di luar (sageness within, kingless whitout). Selama berpuluh tahun ia berkelana mempromosikan program politik-pendidikan. Akhirnya ia kembali ke rumah di usia tujuh puluhan untuk melanjutkan pendidikan pada murid-muridnya dan mengedit buku-buku pelajaran yang menjadi buku pendidikan klasik Cina. Setelah kematianya, catatan dan pengajarannya dikumpulkan dan kemudian diterbitkan dalam sebuah karya yang terkenal disebut: Analogi Confucius (Analects of Conficius).
III.             Pendidikan menurut Confucius
Kunci dalam filsafat dan moral Confucius adalah keluhuran budi yang disebut Jen. Jen dapat juga diterjemahkan dengan kasih yaitu kasih kepada semua orang. Salah satu teks dalam analogi Confucius berbunyi: Jen adalah mengasihi semua orang dengan penuh sukacita dan datang dari hati yang terdalam. Jen akan membebaskan semua orang dari kejahatan dan berjuang hanya untuk mengasihi sesama[3].   
Dalam mendidik kaum muda yang nota bene sebagai penerus generasi selanjutnya, Confucius menggunakan buku klasik sambil memadukan dengan ajarannya. Kepada kaum muda dia mengatakan: membaca tanpa berpikir membuat bingung, berpikir tanpa membaca orang linglung (tak seimabang)”.[4] Mereka yang memiliki Jen lebih suka mengorbankan hidupnya daripada mengijinkan Jen-nya diluka. Pendidikan diskrimatif terjadi ketika keutamaan bukan lagi kasih dan keadilan melainkan keuntungan materi dan kekuasaan. Komersialisasi di dunia pendidikan menjadi sebab utama terjadinya praktik pendidikan diskriminatif. Hal ini terjadi ketika pendidikan dijadikan sebagai komoditas, nilai-nilai moral yang melandasinya seperti kasih dan keadilan digantikan oleh nilai yang lain yaitu materi dan kedudukan.
Ia juga mengajukan delapan prinsip belajar untuk mendidik diri sendiri dalam hubungan sosial: 1.menyelidiki hakekat segala sesuatu (Ke’-wu). Didalam diri setiap orang harus memiliki rasa untuk bertanya ketika berhadapan dengan segala sesuatu agar mampu untuk mengenal dan mengetahui segala hal, 2.Bersikap jujur, pendidikan mengubah seseorang untuk menjadi semakin bijaksana, mampu untuk mengenal dan mempertimbangkan segala sesuatu, 3.Mengubah pikiran kita, 4.Membina diri sendiri (Hsiu-shen), pendidikan tidak hanya terbatas pada pengetahuan tetapi untuk menjadi pemimpin negara yang baik dan bijak serta untuk membangun masyarakat, 5.Mengatur keluarga sendiri. Pendidikan dapat membawa kehidupan keluarga menjadi harmonis dan terpenuhi segala sesuatu. Seseorang yang berpendidikan akan mendapat pekerjaan yang baik sehingga dapat menghidupi kelurga, 6.Mengelolah Negara: tujuan dari belajar adalah untuk menjadi orang-orang bijaksana dan menjunjung tinggi moralitas sehingga negara dapat menjadi maju. Negara membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki sikap terbuka terhadap orang lain dan memperhatikan kesejatheraan masyarakat sambil menjunjung tinggi keadilan. Untuk itulah setiap warga negara harus memiliki Jen. 7.Membawa perdamaian di dunia.
Dan Confucius membuat suatu daftar prioritas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat: kelakuan adalah syarat utama, berbicara adalah prioritas kedua, memahami soal-soal pemerintahan adalah prioritas ketiga, kesusastraan prioritas keempat. Bagi Confucius, titik dasar pendidikan ialah Li. Li mencakup nilai keselarasan, taat pada hukum, kodrat saling menghormati, taat beribadat. Syarat bagi seorang Guru yang baik: a.Menghalangi kebiasaan buruk, mengajarkan kebiasaan baik, b.Tepat waktu dan urut dalam mengajar, c.Memberi dorongan dan gairah melalui lomba dan ujian, d. Membimbing lewat pertanyaan-pertanyaan.
IV.             Problematika Pendidikan di Indonesia
Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia tidak pernah terlepas dari situasi sosial dan politik. Situasi krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada masa lampau sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Problematika yang terjadi di Indonesia lebih berkaitan soal diskriminasi.
      Diskriminasi pendidikan yang terjadi merupakan ironi sebab hampir tidak ada lagi seseorang yang mampu menata pendidikan seperti diidealkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Kini dunia pendidikan kita dikuasai bukan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana dirumuskan pounding fathers. Dunia pendidikan kita dikuasai oleh semangat kapitalistik sehingga hanya orang yang bermodal yang mampu membayar biaya pendidikan  yang bisa mengakses pendidikan dengan baik.
Pendidikan di Indonesia sudah berubah menjadi labirin yang menyesatkan. Siapapun yang masuk di dunia ini hampir bisa dipastikan tak akan mampu menemukan jalan keluar dari lorong-lorong berliku yang menyesatkan. Pendidikan di Indonesia adalah contoh yang paling menarik dari realitas kesenjangan masyarakat. Mereka yang pintar dan berduit adalah kelompok yang paling menikmati pendidikan bermutu, murah dan gampang memasuki bursa  kerja. Sebaliknya, anak-anak orang miskin justru harus berjuang memasuki lembaga pendidikan swasta yang relatif lebih mahal, kurang bermutu dan lebih sulit mendapat lapangan kerja setelah menyelesaikan pendidikan. Kualitas para guru dalam mengajar juga berbeda. Jika Guru yang mendapat gaji yang tinggi maka dia akan bekerja semaksimal mungkin tetapi jika honor yang diberikan kecil maka yang terjadi adalah kemalaratan bagi para siswa.
      Akibat dari kesenjangan sosial seperti ini, banyak anak orang miskin semakin tak mampu melanjutkan pendidikan, selanjutnya semakin tertinggal intelektual dan ekonomi. Mereka akan semakin mengalami kemiskinan dan kemelaratan.
V.                Relevansi ajaran Confusius bagi problematika Pendidikan di Indonesia
Confusius telah membawa tranformasi dalam pendidikan baik secara internal maupun secara eksternal. Secara Internal misalnya mengubah segala diskriminasi yang terjadi dalam pendidikan serta mengubah sistem pendidikan yang lebih mengarah pada kemajuan menyeluruh. Secara eksternal dengan jalan membawa pembaharuan dalam hidup sosial-politik. Confusius telah menerapkan suatu sistem pendidikan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang ras, golongan, agama dan sebagainya. Baginya kemajuan negara lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi ataupun golongan.
Kebijakan pendidikan di Indonesia harus diubah secara total karena dilihat memiliki banyak kepincangan. Usaha negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa hanya berlaku parsial. Pendidikan hanya membawa kemajuan bagi mereka yang memiliki modal yang banyak sedangkan yang miskin tetap menjadi miskin dan melarat. Untuk itulah negara ini harus menata sistem pendidikan masa depan yang lebih baik. Berangkat dari pengalaman sejarah pendidikan yang suram seperti ini maka kita harus menggagas pendidikan masa depan yang bermutu dan membawa kemajuan bagi seluruh bangsa Indoensia. Ada dua sudut pandang yang harus dilihat: pertama menyangkut soal substansi-filosofis pendidikan itu yaitu apa tujuan dilaksanakan pendidikan? Jawaban atas pertanyaan ini diperlukan kebijakan dan strategi yang mampu mendukungnya. Dan yang kedua, menyangkut dimensi politis yaitu bagaimana posisi pendidikan dalam konstelasi politik nasional, apakah pendidikan tetap akan dikooptasi oleh kekuatan politik yang lebih besar ataukah menjadi institusi otonom, maka konsekuensinya diperlukan adanya iklim politik maupun kebijakan yang mendukung tumbuhnya inisiatif warga untuk mengembangkan pendidikan alternative, pentingnya pemberdayaan guru, manajemen pendidikan berbasiskan sekolah dan masyarakat serta perlu dikembangkan desentralisasi pendidikan agar secara substantive maupun teknis operasional tidak sentralistik (identik dengan Jakarta).[5]
Dalam upaya pembaharuan seperti yang dilakukan Confusius maka diperlukan untuk memperhatikan beberapa langka yang harus ditinjau dari beberapa aspek kehidupan:
 5.1.  Perbaikan Ekonomi
-     Meningkatkan Anggaran Pendidikan: tanggungjawab pemerintah untuk menanggung biaya pendidikan bagi seluruh masyarakat yang miskin juga dapat diwujudkan melalui peningkatan subsidi kepada sekolah-sekolah swasta yang kecil. Pemerintah harus lebih memberikan bantuan seperti Beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu.
-     Bebaskan sekolah dari suasana bisnis: Kebiasaan menjadikan sekolah sebagai ladang mencari keuntungan bagi perusahan-perusahan swasta yang pada akhirnya hanya membebani masyarakat dengan berbagai pungutan saatnya harus dihindari. Diskriminasi terhadap anak-anak yang miskin harusnya ditinggalkan agar sekolah sungguh-sungguh mendidikan anak-anak yang berkualitas secara akedemik demi kemajuan nagara
5.2.  Perbaikan Kurikulum
-     Kurikulum Berbasis Masyarakat: kritik yang sangat tajam terhadap kurikulum pendidikan nasional adalah terlalu sentralistik, segala sesuatu diatur oleh pusat tanpa adanya otonomi sekolah. Pendidikan sekolah sebenarnya harus membekali pelajar dengan kerangka yang memungkinkannya menyusun dan memahami pengetahuan yang diperoleh dari lingkungannya. Oleh sebab itu penyusunan hendaknya berbasis masyarkat dengan mempertimbangkan segala potensi alam, sumber daya manusia maupun prasarana dan sarana yang ada pada setiap daerah.
-     Pendidikan Agama dan Penghapusan konsep SARA: Confusius tidak membeda-bedakan manusia seperti anak orang kaya lebih diperhatikan. Kesadaran seperti itu dibuang jauh oleh Confusius. Tujuannya satu yaitu negara dapat maju dan segera meninggalkan situasi kemiskinan kemelaratan dan ketidakadilan. Untuk itulah pendidikan harus diberikan secara merata. Krishnamutri seorang penulis  menegaskan hal yang sama bahwa negara akan maju jika diantara manusia tidak saling mencela dan membeda-bedakan.[6] Model pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah harus memberikan sumbangan yang besar terhadap penghapusan konsep SARA.
-     Kurikulum yang menanamkan Demokrasi: untuk menerapkan hal ini diperlukan jiwa guru yang mandiri, berani dan otonom mengambil inisiatif agar mampu menyampaikan kebenaran secara objektif kepada siswa. Dan dari pihak pemerintah memberikan hak sepenuhnya kepada setiap warga untuk melakukan eksperimen dalam dunia pendidikan. Dan setiap siswa bebas untuk mengembangkan potensi intelektual yang ada dalan dirinya. Confusius telah mengajarkan metode belajar yang baik, untuk itulah setiap anak-anak Indonesia harus menjadikan belajar dan membaca sebagai bagian dari hidupnya.
-     Pendidikan yang melatih Kesadaran kritis: Pendidikan harus membantu agar setiap orang secara tahu dan mau bertindak sebagai manusia dan bukan secara insting. Pendidikan sebagai proses humanisasi yaitu usaha agar seluruh sikap dan tindakan serta aneka kegiatan seorang benar-benar bersifat manusiawi dan semakin manusiawi. Anak Indonesia sekarang lebih memiliki mentalitas instant, dengan uang yang banyak bisa menyuap Guru agar dapat mendapat nilai yang tinggi dengan tidak perlu belajar. Mentalitas seperti ini sungguh tidak membangun. Perjuangan setiap orang untuk mencari dan menemukan pengetahuan baru harus dimiliki oleh seorang siswa.
5.3.  Menghapus Ideologi Militeristik dalam Pendidikan
-     Kembalikan Otonomi Sekolah Swasta: usaha ini dilakukan agar sekolah swasta dapat menemukan dan mengembangkan model pendidikan yang bermutu. Tidak zamannya lagi pemerintahnya yang mengatur segalanya.
-     Melatih Kepekaan Guru: Para guru hendaknya lebih kreatif, berani berinisiatif dan memiliki sikap politik yang jelas. Pemberdayaan Guru harus lebih diprioritaskan agar Guru sungguh mengabdi bagi anak muridnya.
VI.             Penutup
Pendidikan menjadi amat penting bukan hanya untuk pribadi tetapi berpengaruh bagi kesejateraan masyarakat dan kemajuan Negara. Confusius mendidik muridnya untuk menjadi orang-orang yang memiliki intelektual yang tinggi dengan tetap memiliki Jen yaitu sikap untuk mengasihi sesama dengan  membantu orang lain untuk berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Dan lebih dari itu kelak menjadi pemimpin yang handal dan bijaksana agar negara menjadi berkembang dan sejahtera. Pendidikan yang diperoleh juga  harus dibagikan kepada orang lain terutama untuk generasi berikutnya, itulah tuntutan moral bagi semua orang. Bangsa Indonesia akan maju jika semua orang Indonesia berpendidikan dan memiliki Jen. Kemiskinan akan terhapuskan jika bangsa memiliki dedikasi yang tinggi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.    

DAFTAR PUSTAKA

Darmaningtyas. Pendidikan pada dan setalah Krisis. Yoyakarta:Pustaka Pelajar.              1999
Yun-Lan Fung. Sejarah Filsafat Cina. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Reksosusilo, S. Dr.,CM. Diktat Filsafat Cina. Malang: Widya Sasana































[2] Dr. S. Reksosusilo, CM, Diktat Filsafat Cina, Malang: Widya Sasana, hal. 4
[3] Op.cit, hal. 4
[4] Op.cit, hal. 8
[5] Darmaningtyas, Pendidikan Pada dan setalah Krisis, Yoyakarta:Pustaka Pelajar, 1999,hal.152
[6] “Pencarian terhadap Tuhan, Kebenaran, perasaan yang sepenuhnya baik, bukan pemupukan , rendah hati tetapi pencarian terhadap sesuatu yang berada diluar penemuan-penemuan dan tipuan-tipuan akal budi, yang berarti mempunyai perasaan untuk sesuatu itu, hidup di dalamnya, bersatu dengannya, itulah agama yang sejati”, ibid, hal.164

1 komentar:

  1. tulisannya kok warnanya biru? samar2 sama warna dasar blognya. jadi susah dibaca

    BalasHapus