Jumat, 16 September 2011

MUNGKINKAH BUDAYA NASIONAL TERALIENASI  DALAM ARUS “KOMPUTERISASI”?
(Sebuah Refleksi Kritis atas Perkembangan Teknologi)


Kemajuan menjadi suasana umum yang meliputi seluruh negera baik negara maju seperti Eropa dan Amerika maupun negara yang sedang berkembang seperti kebanyakan negara di benua Asia. Indonesia tentunya tidak luput dari arus kemajuan ini. Lalu pertanyaan yang muncul: apa persis kemajuan yang disoroti dewasa ini? Bukankah kemajuan itu sendiri sudah menjadi gejala umum yang mesti dialami oleh manusia sebagai makluk yang dinamis?  Tentunya pertanyaan ini mudah dijawab apabila setiap orang mengalami dan merasakan suasana kemajuan ini.  Satu jawabn yang pasti ialah akibat letupan dahyat dari pengetahuan, berbagai alat teknologi tercipta. Kemajuan ini suah menandai perjalanan sejarah khususnya sejak revolusi yang terjadi di negara-negara Eropa seperti Prancis dan Inggris, tetapi penekanan dan kualitas dari kemajuan setiap jaman itu berbeda-beda. Kualitas kemajuan teknologi pada jaman revolusi Inggris atau Prancis tentunya berbeda dengan kualitas kemajuan dunia dewasa ini. Kemajuan alat-alat transportasi seperti kereta api atau pabrik yang menjadi ukuran penting di jaman revolusi tidak serta merta ditempat untuk mengukur kemajuan dewasa ini. Tetapi semuanya selalu berada dalam proses modifikasi yang berkesimbanguan. Misalnya saja produk-produk mobil atau sepeda motor sudah mengalami modifikasi yang begitu maju sehingga menjadi jelas bagi kita untuk membedakan produk mobil zaman dahulu dengan produk mobil zaman sekarang.
Satu bidang teknologi yang menjadi sorotan utama pada tataran kemajuan ialah bidang komunikasi. Fenomena kemajuan alat-alat komunikasi telah merasuki segala lapisan dari berbagai suku bangsa,  golongan dan tingkat kelas sosial. Semua yang tersedia menjadi hasil ekplorasi dari pikiran manusia. Manusia seolah-olah telah menciptakan habitus baru yang memberi ruang kepada setiap orang untuk menjadi penikmat informasi. Munculnya alat-alat komunikasi seperti Internet, Handphone, dan sebgaainya telah mempermudah manusia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Jika seseorang ingin mengetahui kota-kota kecil di Amerika Serikat, dia tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan uang untuk bepergian ke negara tersebut. Seseorang hanya duduk di depan internet dan mengaksesnya, maka seketika semua sajian informasi kota-kota di Amerika Serikat akan diperolehnya. Atau Handphone, satu alat komunikasi praktis yang mempermudah untuk melakukan komunikasi. Fenomen kemajuan ini telah mengusik pikiran dan hati kita untuk berpikir dan menyadari akan dampak dari seluruh proses kemajuan ini. Harus disadari bahwa kemajuan di satu bidang dengan sendiri membawa pengaruh bagi kemajuan atau perubahan di bidang lain.
Negara Indonesia sebagai Negara kesatuan yang memiliki keragaman budaya, agama, suku dan sebagainya tentu juga berada dalam ranah kemajuan ini. Manusia Indoensia senantiasa bersyukur atas kemajuan ini sebagai suatu upaya realisasi dari harapan bapa-bapa bangsa akan kemajuan Negara Indonesia. Dan harapan itu perlahan-lahan mulai terealisasi saat ini dan di sini. Tetapi terhadap kemajuan ini, setiap orang Indoensia mesti berpikir dan menyadari, apa yang menjadi identitas bangsa Indonesia yang sesungguh di tengah arus perubahan dan kemajuan ini? Kemajuan boleh mendapat porsi yang cukup dan senantiasa diacungkan jempol tetapi identitas bangsa tetap menjadi nomor satu dalam seluruh penghayatan kehidupan bangsa. Indonesia menjadi kaya dan unik oleh karena keanekragaman budaya telah disatukan menjadi budaya Nasional. Tidak mudah untuk menyatukan keberagaman dan keunikan dari setiap budaya di Indonesia ini. Untuk itulah keaslian dari identitas nasional tetap menjadi landasan atau titik pijak untuk menilai arus kemajuan ini. Tetapi tetap menjadi persoalan bagaimana posisi budaya nasional di tengah kemajuan ini? Apakah perlu ada batasan-batasan tertentu yang harus dimiliki oleh manusia dalam menghadapi perubahan sehingga identitas bangsa dan nilai-nilai budaya Nasional tidak luntur begitu saja?
Apa yang bisa dikatakan dari “masyarakat komputerisari”?
            Indikasi real dari perubahan ditunjukan dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan. Ranah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi begitu luas dan memberi dampak yang besar bagi perubahan di seluruh aspek kehidupan. Bidang teknologi mendapat imbas yang cukup besar dari perkembangan ilmu pengetahuan. Gejala perkembangan ilmu pengetahaun tidak secara langsung dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia ini dan suasana ini mungkin hanya dirasakan oleh para ilmuwan atau orang-orang yang bergelut dalam dunia ilmiah-akademis. Tetapi imbasnya  perkembangan ilmu pengetahuan terealisasi dalam berbagai bidang kehiduan. Kemajuan di bidang teknologi informasi menunjukan secara jelas akan adanya perkembangan ilmu pengetahuan. Bayangkan saja alat komunikasi seperti handphone telah dikonsumsi dan dimiliki oleh hampir dua pertiga umat manusia di muka bumi ini. Gejala seperti ini tidak hanya dialami oleh orang-orang kota tetapi juga dirasakan oleh orang-orang yang masih terbelakang. Misalnya saja orang-orang  Papua yang masih menggunakan Koteka dengan latar pendidikan yang masih terbelakang atau ibu-ibu yang tidak tahu membaca menulis di daerah Flores sudah terbiasa menggunakan alat tersebut. Mereka sama sekali tidak merasakan adanya kemajuan ilmu pengetahuan tetapi mereka mengalami dampak dari kemajuan tersebut. Hal ini yang menimbulkan kepincangan dalam perkembangan sosial. Contoh lainya, timbulnya gajala akan tuntutan setiap sekolah untuk memiliki jaringan internet. Kenyataan seperti ini hendak menunjukan akan adanya kesadaran untuk menceburkan diri dalam ranah kemajuan. Orang tidak mau disebut ketinggalan jaman dan siap menerima segala kemungkinan yang mengubah suasana hidupnya. Terhadap realitas ini, Jean-Francois Lyotard menjuluki sosietas dunia dewasa ini sebagai masyarakat komputerisasi[1]. Ungkapan ini bukanlah ungkapan tanpa dasar. Kata masyarakat harus dimengerti sebagai suatu kumpulan manusia yang hidup di suatu wilayah dan waktu tertentu dengan seperangkat nilai dan norma tertentu sebagai pedoman hidup bersama. Nilai dan norma itu lahir dari aneka kebiasaan yang dihidupi dan dibekukan dalam berbagai ketentuan. Nilai dan norma dalam masyarakat terbuka terhadap perubahan dan semuanya bergantung pada pengaruh dominan yang berasal dari luar. Kemapanan nilai dan norma akan berangsur luntur ketika dasar dari hidup bersama ini tidak memiliki landasan hidup yang kuat. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia secara jelas menunjukan demikian. Masa awal berdirinya Indoensia suatu bangsa ditandai oleh pengaruh beberapa agama dominan yang dibawah oleh negara-negara penjajah. Islam sebagai agama dominan pada saat itu tersebar di berbagai tempat di tanah air. Untuk itulah segala ketentuan yang terdapat dalam agama Islam mempengaruhi hampir seluruh aspke kehidupan bangsa.  Sedangkan “komputerisasi’ sendiri lebih dimengerti sebagai gejala akan adanya permintaan yang besar untuk menggunakan alat-alat teknologi informasi seperti komputer, internet, laptop dan sebagainya. Lyotard lebih mengartikan “masyarakat komputerisasi” sebagai suatu kencederungan umum dari masyarakat yang sudah tergila-gila untuk menggunakan alat-alat teknologi informasi sehingga setiap orang dibayang-bayangi untuk masuk ke dalam masa baru yang sama sekali baru. Suatu masa yang di dasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam perubahan tersebut. Secara tidak langsung kencederungan ini seolah-olah membentuk habitus baru yang menegasikan segala bentuk hidup dengan segala nilai dan norma lama yang terkandung di dalamnya. Terminologi ini serentak menegaskan kebutuhan akan terjadinya dekonstruksi terhadap segala tatanan nilai masyarakat sebagai imbas dari kemajuan. Baik sadar ataupun tidak, muncul kebutuhan masyarakat untuk menggantikan nilai dan norma hidup yang lama. Misalnya saja, Orang Flores atau bahkan sebagian besar daerah di Indonesia menjunjung tinggi sikap mendengarkan orang lain apalagi berhadapan dengan orang yang lebih tuanya. Tetapi sekarang dengan adanya Handphone misalnya, seorang anak tidak terlalu peduli lagi omongan orang tuanya atau orang yang lebih tua. Dia sibuk menggunakan Hp sementara orang tua berbicara. Atau gejala lainnya, seorang bisa meninggalkan ruang pertemuan hanya untuk menerima telepon dari kenalannya. Dia tidak merasa malu dengan kondisi seperti itu. Ini bukan hanya ilustrasi belaka tetapi sungguh menjadi gejala umum yang terjadi dimana-mana. Secara tidak langsung sikap mendengarkan dan musyawarah yang selama ini dijunjung tinggi perlahan-lahan mulai tergeser dan diganti dengan suatu nilai baru yang sulit untuk dinamakan. Untuk itulah perlu untuk diketahui apa yang menjadi ciri khas dari masyarakat komputerisasi.
            Masyarakat komputerisasi merupakan suatu terminologi yang mewakili kondisi kemajuan teknologi informasi. David Porter[2] (1997) justru melihat gejala ini sebagai suatu budaya yang menghinggapi masyarakat publik. Secara ekstrim, Porter melihatnya sebagai budaya Internet yang berkembang dari suatu feomena budaya yang terpinggirkan kepada suatu tempat transformasi dan produksi budaya denga kekhasaanya sendiri (Buku: Budaya Media, Lukas Batmomolin). Kedua terminology ini sebenarnya mengungkapkan akan suasana hidup baru yang dialami dunia dewasa ini. Masyarakat yang beralih dari kekhasaan budayanya menuju kepada budaya massa yang sama sekali baru dan terlepas dari ikatan budaya yang sudah ada. Budaya ini lahir dengan kekayaan dan membentuk masyarakat massa. Lalu bagaimana karakter dari masyarakat kompterisasi atau budaya Internet. Lukas Batmomolin[3] mengklarifikasi beberapa karakter dari masyarakat komputerisasi:
  • Individualitas
Karakter individualistik dari komputer atau internet secara sederhana menunjukan bahwa semakin orang menghabiskan waktu di depan komputer semakin ia mengurangi komunikasi dan interaksi langsung dengan orang-orang di sekitarnya. Kecenderungan anak-anak yang memiliki komputer dan jaringan internet di rumah sulit untuk berinteraksi dengan teman-teman di sekitar. Gejala seperti ini dialami hampir sebagian besar anak-anak yang tinggal di kota. Ruang lingkup geraknya hanya terbatas di sekolah dan rumah. Anak-anak yang demikian akan mengalami kepincangan dalam interaksi sosial. Gejala seperti ini lama kelamaan mengakar dalam sistem hidup orang-orang Indonesia khususnya masyarakat kota.
Dan harus diakui bahwa kebanyakan penemuan alat-alat teknologi berasal dari negara Eropa yang nota bene menganut paham individualiastik. Budaya barat lebih menjunjung tinggi semangat individualistik ketimbangan semangat koletif. Interaksi antara pribadi dalam masyarakat kurang mendapat tempat. Interaksi dan komunikasi yang terjadi sejauh karena kepentingan bisnis, politik dan sebagainya. Produk teknologi secara tidak langsung membawa serta gaya hidup individualistik. Tidak dapat dibenarkan bahwa relasi-relasi yang dibangun lewat media internet seperti Face book, Friendster dan sebagainya merupakan sarana untuk menjunjung tinggi semangat kolektivitas. Bisa saja melalui media tersebut, relasi dan interaksi antara individu terjadi tetapi kenyataan seperti ini hanya bergerak dalam dunia maya. Istilah dunia maya sendiri memiliki konotasi negatif karena dunia maya selalu dipertentangkan dengan dunia nyata. Relasi yang dibangun dalam dunia maya hanyalah berisi angan-angan yang yang memiliki prosentase yang amat kecil untuk diwujudnyatakan. Lewat media tersebut, orang hanya mungkin sekadar mengetahui dan mengenal tetapi relasi dan interaksi sosial yang mendalam tidak akan pernah terjadi. Misalnya saja, beberapa bulan terakhir melalui sarana Face book, pemerintah atau lembaga berwewenang meminta dukungan dari masyarakat untuk menyumbangkan satu suara perihal kasus pembelaan terhadap kasus Bibit dan Candra, mantan anggota KPK. Kemungkinan besar bahwa kebanyakan masyarakat tidak mengetahui secara pasti duduk persoalannya apalagi mengenal kedua figur ini. Tetapi karena kebetulan membaca informasi tersebut lewat internet, orang hanya berpikir sederhana bahwa sejauh hal tersebut tidak mengganggu dirinya maka orang hanya menyetujui saja kebijakan pemerintah tersebut. Rasanya gaya hidup individualistik sebagai hasil dari penggunaan media internet dan alat komunikasi lainnya bertentangan dengan tuntutan nilai hakiki yang khas dimiliki orang kebanyakan suku bangsa di benua Asia yang cenderung untuk menekankan gaya hidup kolektif, menjunjung tinggi solidaritas dan kerjasama satu terhadap yang lain. Secara tidak langsung dengan menerima budaya internet berarti mengiakan budaya barat untuk masuk dan mempengaruhi budaya kita.       
  • Ketiadaan Hirarki
Setiap masyarakat memiliki struktur dan hirarki sosial yang mengatur dan mengendalikan gerak hidup setiap masyarakat. Misalnya saja dengan adanya Presiden Susilo Bambang Yudoyono beserta jajarannya, bangsa Indonesia mampu dikendalikan dalam seluruh sistem kehidupan berbangsa. Dan dengan sendirinya akan tercapainya  cita-cita dan tujuan hidup bersama. Masyarakat komputerisasi tidak memiliki identitas budaya yang jelas karena segala nilai lahir dari akibat penggunaannya. Orang yang sudah menjadi internet atau komputer menjadi kebutuhan dalam kerja dan hidupnya tentu akan menimbulkan cara hidup yang sama sekali baru. Masyarakat komputerisasi tidak memiliki sistem hirarkis sosial yang jelas dan teratur. Oleh karena tidak memiliki sistem hirarkis yang jelas, masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat yang tanpa identitas.
Isu tentang pornografi dan pornoaksi menjadi masalah penting yang dihadapi bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Ketika ditelesuri lebih jauh, akar dari persoalan atau isi ini lahir sebagai akibat dari penggunaan media komunikasi. Hal ini berawal dari gejala maraknya situs-situs porno yang beredar di berbagai media seperti Televisi, Handphone dan internet. Awalnya, Media tersebut menjadi sarana bantu bagi masyrakat untuk mengetahui dan mengakses banyak informasi untuk kepentingan hidupnya. Seorang mahasiswa yang kekurang sumber untuk mengerjakan tugas misalnya, memakai sarana internet untuk memperoleh banyak tulisan dan referensi sehingga mempermudah ny menyelesaikan tugasnya atau lewat televisi atau internet, seorang penganggur yang ingin mencari lowongan kerja tentunya akan dipermudah dengan sarana tersebut. Dan harus disadari bahwa media komunikasi telah menyajikan secara transparan segala kemungkinan gaya hidup yang memuat baik nilai-nilai moral yang tinggi maupun nilai-nilai amoral. Media komunikasi Internet tidak pernah diatur oleh suatu tatanan nilai dan moral tertentu. Kesadaran seperti ini tidak dimiliki setiap orang yang menjadi penggua sehingga ada kemungkinan tercebur dan terlena dengan situasi seperti ini. Secara perlahan-lahan orang mulai beralih dari keaslian hidup kepada mahkluk maya yang tidak memiliki orintasi dalam hidup. Maraknya kasus pemerkosaan, pelacuran, pelecehan seksual yang dialami bangsa ini mengindasikan bahwa manusia semakin dilingkupi oleh nilai-nilai amoral. Setiap orang cenderung untuk menarik diri dari kepentingan dan tujuan hidup bersama. Dengan adanya aksi kekerasan dan demontrasi yang terjadi di berbagai tempat di tanah air ini menunjukan secara jelas, orang mulai tidak menginginkan adanya hirarki sosial yang mengendalikan dan mengatur hidup bersama. Baiklah gejala seperti ini menjadi tugas dari setiap warga Indoensia untuk memikirkan segala kemungkinan sebab yang melatarbelakangi persoalan-persoalan yang terjadi.  
  • Komunikasi melalui media komputer
Interaksi dan komunikasi yang dimediasi oleh internet bukanlah sesuatu yang lahir secara natural, melainkan merupakan satu konstruksi teknologi. Karena itu komunikasi dalam dan lewat internet pada prinsipnya bukanlah sebuah pemberian melainkan sesuatu yang mesti diperjuangkan. Setiap orang yang membangun relasi dengan sesamanya tentunya berawal dari sama-sama tidak mengenal sehingga hasil dari interaksi tersebut mengakibatkan ralasi yang dibangun menjadi tidak mendalam. Beberapa indikasi yang menunjukan bahwa orang yang membangun relasi melalui media internet ialah orang tidak memandang buluh dalam membangun relasi. Komunikasi yang dibangun juga bersifat terbuka. Gejala seperti nampak dalam kehidupan para artis. Perkara serai dan brokenhome yang dialami oleh para arti juga dipicu oleh media massa termasuk media kominikasi seperti internet. Peserai antara Krisdayanti, seorang diva dengan Anang menjadi isu hangat dalam beberapa bulan terakhir ini. Masalah awal yang muncul ialah adanya media yang mengbarkan bahwa Krisdayanti melakukan perselingkuhan dengan seorang pejabat teras di negara Timur Leste. Berita seperti ini memancing reaksi dari berbagai pihak khususnya Anang sendiri. Media internet secara berulang kali menampilkan persoalan tersebut. Alhasilnya, kehidupan rumah tangga Krisdayanti berkahir dengan perceraian. Bukankah semua persoalan para arti berawal dari kecurigaan dan keemberuan satu sama lain. Mereka terlalu percaya kepada berita dan isu yang berasal dari media komunikasi. Pada titk ini, komunikasi dan relasi melalui internet atau sejenisnya telah mengaburkan arti relasi manusia yang sesungguhnya. 
Selain itu, Internet dikatakan sebagai sebuah cyberspace yaitu suatu tempat terbuka yang di dalamnya setiap orang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dirinya. Tidak ada ruang yang membatasi kekebasan seseorang. Masyarakat komputerisasi bagaikan sebuah negara yang tidak memiliki hukum yang mengatur dan membatasi kekebasan seseorang sehingga salah jika dikatakan bahwa masyarakat komputerisasi masuk dalam ranah kebudayaan atau disebut suatu budaya tersendiri. Sesuatu dikatakan budaya lahir dari suatu kesepakatan dan ketentuan yang disetujui dan dihidupi bersama. Kebebasan setiap pribadi tetap mendapat tempat tetapi kebebasan tersebut tetap dibawah pengawasan nilai dan norma yang disepakati bersama.
Salah satu bahaya dari cyberspace ialah manusia jatuh dalam keadaan hidup yang tidak terkontrol. Manusia dengan beringas masuk dalam ranah kehidupan dan kepentingan orang. Pelanggaran akan nilai dan norma bersama menjadi momok yang menjinjikan. Gejala seperti ini bukan hanya angan-angan tetapi telah menjadi santapan media massa dalam setiap edisi. Perang yang terjadi di Timur Tengah misalnya, dipicu oleh kerakusan suatu negara untuk mengambil alih negara orang lain. Masalh Insrael dan Palestina yang tidak pernah terselesaikan dipicu oleh kehausan para penguasa untuk memperoleh daerah kekuasaan. Persoalan-persoalan seperti ini tidak pernah dilepaskan pisahkan dari kenyataan akan adanya kemajuan. Iran yang dicurigai sebagai negara yang memproduk senjata nuklir telah menjadi sasaran pengejaran dan persaingan bagi negara-negara adikuasa seperti Amerika Serikat. Komunikasi yang terjadi ialah komunikasi yang dibungkus oleh berbagai intrik-intrik politik. Apakah manusia masih mengartikan komunikasi atau dialog sebagai sarana untuk menciptkan perdamaian dan kesejateraan? Bertolak dari kenyataan seperti ini, komunikasi melalui media komunikasi sebenarnya tidak memberi arti dan makna yang mendalam selain sebagai ajang untuk iseng-isengan atau sekadar untuk mengejar kepuasaan pribadi. Ciri khas dan indikasi-indikasi dari gaya hidup masyarakat komputerisasi memicu setiap warga Indonesia untuk menilik batas-batas apa yang ditentukan untuk menerima atau menolak kemajuan teknologi komunikasi ini. Atau sejauh mana budaya bangsa teralienasi dalam budaya internet atau masyarakat komputerisasi.
Nilai-nilai Budaya Nasional menampakan wajah asli Bangsa Indonesia
            Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki anekaragam budaya. Setiap budaya menampilkan masing-masing nilai dan kekayaan budayanya. Tentunya budaya kalimantan berbeda sama sekali dengan budaya Flores, atau antara budaya Papua tentu berbeda dengan Jawa dan seterusnya. Bagaimana keanekaragaman tersebut disatukan? Usaha penyesuaian dan penyatuan kekayaan itu bukanlah perkara yang mudah. Para bapa bangsa dengan susah payah merumuskan dan menumbuhkan kesatuan dari keankearagamaan ini. Semboyan “Bhineka Tungga Ika’ menjadi jawaban pasti akan rasa kesatuan bangsa yang menampakan identitas Indonesia. Bhineka Tungga Ika telah menampakan wajah Indonesia yang berbeda-beda tetapi tetap satu. Selain itu Pancasila beserta UUD 1945 menjadi wujud yuridis yang merepresentasikan segala perbedaan dalam kesatuaan ini. Ruang gerak dan dinamika seluruh kehidupan berbangsa sudah termktub dalam pilar-pilar negara ini. 
Budaya nasional lahir dari proses integrasi berbagai budaya di seluruh tanah air. Budaya nasional menunjukan jati diri dan ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia. Dalam perjalanan sejarah, ada banyak usaha dan masalah yang harus dihdapi bangsa dalam mempertahankan identitas bangsa. Perbedaan dalam segala aspek kehidupan tidak jarang menimbulkan banyak persoalan. Misalnya saja ketika para bapa bangsa mengadakan pertemuan untuk menetapkan bahasa nasional. Apa persoalan yang muncul di sana Beberapa yang mewakili golongan Jawa ingin mencuatkan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional. Tetapi beberapa orang yang berasal dari golongan netral mempertahankan bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia. Persoalan seperti ini disatu pihak membangkitkan persaingan antara golongan yang satu dengan yang lain, tetapi dilain pihak telah menumbuhkan rasa kesatuan sebagai satu bangsa. Perselisihan dan perbedaan pendapat serentak menunjukan bahwa bangsa in sedang mengejar nilai yang amat luhur yakni kesatuan dan kesejateran bersama. Lalu apa ciri khas budaya bangsa Indonesia? Penulis mencoba memaparkan beberapa nilai dominan dari buadaya bangsa yang perlu direfleksikan dalam konteks kemajuan yang tidak terhentikan lagi.
  • Musyawarah
Sila ke empat dalam Pancasila secara eksplisit memuat nilai tersebut. Inti dari sila ke empat mau mengatakan setiap keputusan yang dikeluarkan hendaknya selalu di dasarkan dalam suasana musyawarah bersama. Nilai ini merupakn warisan yang diturunkan oleh nenek moyang dan sampai saat ini, di berbagai daerah di tanah air masih menjunjung tinggi nilai tersebut. Musyawarah menjadi slah dasar yang mempertahakan eksistenti suatu suku. Misalnya saja di salah suku di Folres yakni suku Ende-Lio, jika ingin melakukan setiap upacara adat sebelumnya didahului oleh “duduk bersama” (istilah setempat) yang berarti musyawarah  untuk mengambil beberapa keputusan perihal pelaksanan upacara adat. Musyawarah telah memberi warna tersendiri bagi kehidupan bangsa. Adanya lembaga seperti DPR, MPR,  Presiden beserta jajaran menteri menunjukan bahwa dalam menjalankan roda pemerintah lembaga-lembaga ini sungguh menampakan jati diri bangsa yang menjunjung nilai musyawarah. Dalam semangat persaudaraan setiap orang diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya sehingga semakin banyak masukan dan pendapat maka keputusan yang diambil menjadi lebih murni dan original.
  • Gotong Royong
Nilai Gotong royong merupakan implikasi sekaligus dampak lebih lnajut dari nilai musyawarah. Selain bahwa keputusan lahir dari keputusan bersama tetapi juga secara bersama-sama sebagai suatu bangsa menjalankan secara bersama-sama keputusn bersama. Ketika menjabat sebgai Presiden, Megawati mengangkat nilai Gotong Royong sebgai Visi kepemimpinannya. Harapannya bahwa setiap warga tidak hanya berpangku tangan tetapi memiliki rasa kepekaan dan solidaritas satu terhadap yang lain. Setiap otang diharapkan memiliki rara tanggung jawab untuk membangun negara. Ketika gempa bumi terjadi di Padang beberapa bulan yang lalu, semua orang turut prihatin dan  merasakan pendritaan yang dialami masyrakat dipadang. Bukan hanya berhenti pada perasaan tersebut, tetapi setiap instansi, kelompok maupun pribadi mengirim bantuan atau bahkan secara langsung terjn ke Padang untuk secara bersama-sama membenahi segala kerusakan dan meneguhkan masyarakat yang menderit dan shock akibat musibah tersebut. Di dalam semangat Gotong royong terkandung nilai persaudaraan dan kerjasama yang kuat sehinggas sekalipun berbeda suku dan agama, orang senantiasa menjunjung tinggi nilai kesatuan.
 Bangsa ini akan mati jika setiap orang hanya berdiri sebagai pihak oposisi satu terhadap yang. Tidak jarang ini terjadi dalam percaturan politik. Setiap orang ingin berambisi untutk menjdi pemimpin. Persoalannya, apakah mereka memiliki motivsi yang sungguh untuk membangun bangsa atau hanya sekadar mengejar keuntungan pribadi dan golongan. Bukankah semangat gotong royong membangkitkan semangat dalam diri setiap pemimpin untuk megutamakan kepentingan banyak orang.
  • Solidaritas dan Toleransi
Perbedaan dalam segala aspek kehidupan dapat menimbulkan potensi konflik dan percekcoka. Gejala sepserti ini tidak jarang telah menjadi kenyataan. Dengan adanya kepentingan dan visi kelompok yang tidak sejalan dengan cita-cita bangsa tidak jarang membuat repot berbagai aparat negara untuk meredam gejolak demikian. Dengan adanya isu pemberlakuan Syariat Islam yang berlaku untuk semua warga negara, banyak pihak melakukan aksi protes dan aneka kritik dilontarkan kepada pemerintah. Syariat Islam merupakan ajaran kaum muslim, mengapa ajaran ini diberlakukan untuk semua penganut agama lain. Bukankah setiap agama memiliki ajaran dan pengakuan imannya sendiri? Pertanyaan ini sebenarnya mau mengatakan bahwa dalam keragaman, kita mesti banyak mengerti dan menyesuaikan diri satu terhadap yang lain. Atau misalnya, Orang Papua yang mengenakan Koteka, apakah aksi dan kebiasaan ini dimasukan dalam ranah pornografi sehingga dikatakan pelanggaran. Setiap suku, golongan sosial dan dsaerah memiliki kekhasnya sendiri sehingga disposisi pikiran dan hati setiap bangsa harus diarahkan kepada sikap untuk solider dan teloransi. Tidaklah dapat disamakan antara pornoaksi dan pornografi yang disodorkan dari media telekomunikasi dengan ciri khas budaya bangsa. Tidaklah dapat disamakan tindakan kekerasaan dan individualism dan kekerasaan dari budaya barat dengan tarian-tarian perang dan nilai solidaritas yang dijunjung tinggi oleh bangsa ini. Dengan adanya nilai toleransi dan solidaritas maka setiap orang dapat membangun saling pengertian satu sama lain. Segala kecurigaan dan kecemberuan akan diganti kedamaian. Nilai solidaritas dan torensi menjamin keberlangsungan kedamaian hidup di tengah masyarakat.
  • Bangsa yang Religius
Nilai religiusitas menjadi nilai dasar dalam kehidupan bangsa. Bangsa Indonesia memiliki enam agama resmi yang secara resmi diakui sebagai agama negara. Semua agama mendapat perhatian dan kedudukan yang sama. Nilai agama satu dengan yang memiliki penekanan dan nilai dasar yang berbeda-beda tetapi semua agama  mengarahkan pada satu nilai tertinggi yakni mengakui adanya kekuatan Tertinggi yang mengatur segala sesuatu termaksud roda kehidupan bangsa ini. Banyak negara mengakui akan ciri khas bangsa yang satu ini. Lalu apa pengaruh nilai ini dalam kehidupan bangsa? Harus diakui bahwa nilai ini menduduki tempat pertama dalam sila-sila Pancasila. Itu berarti nilai pertama ini meresapi keempat nilai lainnya. Penghayatan kehidipan setiap penganut agama harus dibawah kepada kehidupan bersama dalam negara. Nilai penghargaan dan perhatian yang hampir dijunjung tinggi oleh setiap agama harus juga hidup dan menjiwai kehidupan bangsa. Bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah telah menampakan nilai relius ini. Tetapi haruslah diakui bahwa kecurigaan dan salling menyalakan antara agama selalu menyertai kehidupan bangsa ini. Munculnya aksi profokasi untuk memecabelahkan kerukunan antara agama juga menjadi isu yang amat penting untuk diwaspadai. Untuk itulah harapannya bahwa setiap orang mampu untuk mengelaborasikan nilai-nilai agamanya dalam kehidupan bersama dalam negaran Kepentingan agama hendaknya sejalan dengan cita-cita bangsa.
            Apa mungkin Budaya Nasional teralienasi dalam arus “komputerisasi”?
            Perubahan dan kemajuan, disatu pihak telah menghantar bangsa ini kepada perubahan kearah yang lebih baik tetapi dilain pihak tidak kurang telah menjadi tantangan dan persoalan besar yang harus dihadapi bangsa ini. Letak persoalan dan tantangan tersebut ialah bagaimana mempertahankan identitas dan jati diri bangsa di tengah arus kemajuan tersebut? Kemajuan teknologi informasi telah merasuki kehidupan bangsa. Di satu pihak, dengan adanya sarana dan prasarana komunikasi seperti komputer, internet, handphone, masyarakat Indonesia telah disadarkan untuk menyelesaikan segala pekerjaan dan tugas secara efektik dan efisien. Seorang Bupati tidak perlu membuang banyak uang untuk mengecek pelaksanaan tugas dari setiap instansi di wilayahnya. Lewat handphone atau internet, dia bisa mengkomunikasi segala sesuatu. Atau dengan adanya internet baik mahasiswa maupun dosen mampu memperdalam ilmu yang diperolehnya.Singkatnya media komunikasi telah membantu kehidupan masyarakat dalam menjalankan rutinitas keseharian. Tetapi ancaman terberat bagi kemampanan nilai-nilai budaya bangsa ketika media komunikasi membawa serta “budaya” atau nilai-nilianya sendiri yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa.



[1] Jean-Francois Lyotard, Kondisi Postmoder: Suatu Lapora mengenai Pengetahuan, Syrabaya: Selasar, 2009, hal. 41
[2] Lukas Batmomolin dan Fransisca Hermawan, Budaya Media, Ende: Nusa Indah, 2003, hal. 123
[3] Ibid., hal. 124-129

Tidak ada komentar:

Posting Komentar