MEMBANGUN
SEMANGAT KETELADANAN ORANG TUA KATOLIK
DALAM RANGKA PEMBINAAN IMAN ANAK
(USIA BALITA HINGGA REMAJA)
I.
PENDAHULUAN
Keluarga adalah
sekolah pertama untuk menanamkan kebajikan Kristiani. Keluarga adalah juga
persekutuan umat Allah. Pembinaan iman anak-anak dimulai dalam keluarga. Awal
penanaman dan pembinaan iman Kristiani yang paling mendasar dilakukan
dalam keluarga.
Sayangnya,
tidak sedikit keluarga Kristiani yang mengalami kesulitan
dalam menanamkan kebajikan iman tersebut. Persoalan semacam ini juga telah menjadi
keprihatinan para keluarga di lingkungan Santo Thomas paroki Tidar Malang. Kondisi komunikasi yang macet,
kesibukan orang tua dalam mencari
nafkah, pengaruh teknologi dan media massa, pola hidup konsumtif, mental
‘tidak mau repot’ adalah beberapa contoh alasan mengapa orang tua menghadapi tantangan
yang besar untuk melaksanakan peran mereka sebagai pendidik utama bagi
anak-anak dalam keluarga, terutama dalam pendidikan iman.
Padahal, menurut Dokumen Familiaris Consortio, keluarga dan orangtua memegang peran utama dalam pembinaan iman
anak:
“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada
anak-anak, orang tua
terikat kewajiban amat serius untuk mendidik anak-anak
mereka. Maka orangtualah yang
harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan
utama bagi anak-anak mereka”[1]. Dengan demikian, orang tua harus
menyediakan waktu bagi anak-anak untuk membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi
yang mengenal dan mengasihi Allah. Kewajiban dan hak orangtua untuk mendidik anak-anak mereka tidak
dapat seluruhnya digantikan ataupun dialihkan kepada
orang lain.[2]
Orang tua sebagai pendidik utama dalam hal iman kepada anak-anak berarti orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan terlibat dalam proses pendidikan
anak-anaknya. Orang tua sendiri harus
mempraktekkan imannya, berusaha untuk hidup kudus, dan terus
menerapkan ajaran iman dalam kehidupan
keluarga di rumah. Ini adalah sangat penting,
agar anak melihat bahwa iman itu bukan hanya untuk diajarkan tetapi
untuk dilakukan, dan diteruskan lagi kemudian, jika anak-anak sendiri membentuk
keluarga di kemudian hari.
Oleh
karena itu, diperlukan pembinaan bagi
orangtua muda agar menyadari peran dan tanggung jawabnya. Secara konkret, salah
satunya, diperlukan katekese yang dapat membantu mereka menyadari hal tersebut
dan kemudian mengusahakan pembinaan yang diperlukan bagi anak-anak mereka.
Kami
berusaha merancang suatu katekese untuk kelompok dewasa. Dengan harapan dapat
menggagas sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan, kami mencoba menggali persoalan
yang dihadapi oleh umat. Karena pertimbangan waktu dan beberapa keterbatasan
lain, kami memutuskan untuk melihat gambaran yang terdapat di Lingkungan St.
Tomas, Klaseman, Paroki St. Andreas, Tidar. Harus diakui, penggalian informasi
dan pemetaan masalah di lingkungan ini tidak dapat dikatakan mendalam dan
akurat. Tetapi lewat wawancara dengan beberapa tokoh umat, kami bisa memeroleh
gambaran umum mengenai situasi umat di sana. Dari sekian hal yang terungkap,
kami mengarahkan perhatian kepada persoalan pembinaan iman orang tua anak dalam keluarga muda.
Berikut ini akan kami uraikan gambaran umum situasi Paroki Tidar dan masyarakat
di sekitar Lingkungan Klaseman, serta situasi khusus yang melatarbelakangi
gagasan katekese ini.
II.
PEMETAAN
SITUASI
2.1. Situasi Umum Paroki Tidar
Paroki
St. Andreas Tidar merupakan salah satu paroki yang berada di kota Malang. Karena berada di kota, maka
pergerakan umat adalah hal yang sangat
mungkin terjadi. Menurut data jumlah umat, hampir setiap tahun jumlah umat
semakin bertambah. Hal ini ditandai selain oleh perkawinan dan baptisan di
beberapa wilayah di sekitar paroki dan dibukanya perumahan-perumahan baru. Paroki Tidar memiliki 9
lingkungan. Di lihat dari sudut ekonomi, mayoritas umat memiliki ekonomi
menengah ke atas. Tidak dapat diragukan lagi bahwa secara finansial, umat dapat
menghidupi kebutuhan paroki. Tetapi apakah umat sudah mengalami apa yang
dinamakan pertumbuhan iman? Salah satu fenomena menarik yang bisa diamati dari
sekian hal yang menarik dari paroki ini ialah sejauhmana Paroki menaruh
perhatian bagi pembinaan iman dalam keluarga.
Dilihat
dari kebutuhan pastoral ini, Paroki dalam perangkat dewannya sudah menyiapkan seksi
khusus yang disebut seksi keluarga yang memberi perhatian khusus bagi
terselenggaranya pastoral keluarga. Adapun beberapa program kerja yang
dilakukan seksi ini ialah mengkoordinasi warta keluarga dalam sebuah situs internet dan majalah paroki, mengadakan rekoleksi dan retret
keluarga yang sekiranya terbuka bagi keluarga yang hendak mengikuti, juga dalam
kerjasama dengan romo paroki mengadakan kunjungan keluarga yang bermasalah.
2.2. Situasi Umum Lingkungan Klaseman
(Masyarakat Sekitar)
Umat lingkungan St. Thomas Klasman
termasuk kategori kelompok minoritas yang hidup di tengah mayoritas umat
Muslim. Tetapi
hal ini tidak menjadi pengahalang bagi umat Katolik dalam membangun relasi
dengan umat beragama
lain. Dalam relasinya dengan umat Islam
sebagai
kelompok mayoritas, umat Kristen sudah terbiasa membangun rasa kekeluargaan dan menjunjung tinggi nilai toleransi.
Beberapa contoh konkret yang bisa ditunjukan misalnya adanya tradisi
silahturahmi pada hari besar seperti Natal
maupun Idul Fitri antar sesama umat beragama. Atau juga ada kegiatan sosial
lingkungan,
seperti kegiatan para ibu
PKK dalam memperhatikan para lansia dan
menggerakkan
para ibu di wilayah RT untuk mengunjungi orang sakit.
Selain itu, umat katolik tidak pernah
mengalami
kesulitan atau gangguan
dalam menjalankan kegiatan rohani seperti doa lingkungan,
latihan koor, katekese,
misa lingkungan dan sebagainya.
Beberapa hal mendasar yang
sekiranya melatarbelakangi hal ini ialah fakta bahwa sebagian umat, sebelum menjadi katolik, menganut agama
Islam. Oleh karena perkawinan, pengenalan dengan umat katolik ataupun
pengalaman ‘disentuh’ akhirnya mereka terpanggil untuk
menjadi katolik. Oleh karena itu, tidak
mengherankan, misalnya, bahwa dalam keluarga besar anggota
keluarga menganut agama berbeda;
ada
yang Islam,
Katolik maupun Kristen. Rasa kekeluargaan
yang dibawa dari keluarga juga dengan sendirinya dibawa dalam suasana toleransi
hidup beragama. Selain itu, lingkungan St. Thomas
berada di daerah perkampungan yang senantiasa dijiwai oleh rasa keakraban,
saling membantu dan mengedepankan rasa persaudaraan.
2.3.
Lingkungan
St. Thomas
Lingkungan St. Thomas, Klaseman, diketuai oleh Ibu Valentina Siti Mariyam. Lingkungan ini terletak di antara empat lingkungan di wilayah
Paroki Tidar. Di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah lingkungan St.
Kristoforus. Di sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah lingkungan St.
Antonius. Di sebelah Barat berbatasan dengan wilayah lingkungan St. Yakobus.
Dan di sebelah Timur berbatasan dengan wilayah
lingkungan St. Yohanes. Mata pencaharian umat lingkungan Klaseman pada umumnya sebagai wiraswasta.
Umat
di lingkungan St. Thomas berjumlah 48 kepala keluarga. Dari jumlah ini, umat
yang berstatus kawin campur berjumlah 5 kepala keluarga, umat yang termasuk
keluarga muda berjumlah 20 kepala keluarga (usia perkawinan 1 s.d. 7 tahun).
Sedangkan jumlah umat dilihat dari usia (perkepala) berjumlah 158 orang, yang
meliputi; usia balita s.d. kelas 4 berjumlah 19 orang; kelas 5 s.d. SMA
berjumlah 16 orang; Perguruan Tinggi berjumlah 31 orang; usia lansia berjumlah
30 orang; usia produktif berjumlah 62 orang.
Pada umumnya umat lingkungan St.
Thomas masih memiliki kekerabatan yang cukup dekat. Dan jarak tempat tinggal
umat satu dengan yang lainnya cukup dekat. Oleh karena itu keguyupan atau
kerukunan di antara umat di
lingkungan tersebut sangat erat.
2.4. Situasi Khusus
Dalam
wawancara dengan bapak – ibu Efendi,
Ibu Anas, Ibu Valentina Siti
Mariyam (Ketua Lingkungan) dan Bapak Herman Poer terungkap adanya
fenomena bahwa OMK di lingkungan ini tidak cukup terlibat dalam kegiatan
menggereja dan sulit digerakkan dalam berbagai kegiatan. Dari sekian banyak
(+/- 41 orang) OMK di lingkungan ini, yang biasa terlibat aktif dalam
kegiatan-kegiatan menggereja hanya pribadi-pribadi tertentu saja yang jumlahnya
amat sedikit (4 – 6 orang). Dalam usaha menyikapi situasi tersebut telah
dilakukan berbagai usaha, misalnya melibatkan frater untuk mendampingi mereka
dan mengadakan kegiatan yang beragam.
Selain itu juga telah dilakukan pendekatan kepada para orangtuanya. Namun
situasi nampaknya tidak juga berubah.
Dengan
demikian disimpulkan bahwa dari sekian faktor yang memengaruhi minimnya
keterlibatan
OMK dalam kegiatan menggereja, hal
yang mendasar adalah kurangnya pembinaan dalam keluarga. Dalam pembicaraan terungkap bahwa dalam berbagai
kesempatan orangtua mengalami hal-hal seperti:
-
Anak
membantah ketika diajari atau diberitahu sesuatu, atau juga diminta untuk
mengikuti kegiatan Gereja
-
Anak
tidak membantah tapi juga tidak melakukan instruksi atau ajaran orangtua
-
Anak
memberikan banyak alasan untuk tidak melakukan apa yang diajarkan atau
diinstruksikan
-
Anak
lebih tertarik kepada peralatan elektronik seperti HP, Blackberry atau komputer
dan internet
Dari semua pembicaraan itu kami menyimpulkan bahwa para
orangtua ini menghadapi kesulitan dalam membina anak-anak mereka, baik secara
instruktif lewat pengajaran maupun secara tidak langsung lewat keteladanan
hidup.
Dari keterangan yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa
kesulitan mendasar tersebut dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Jika dirinci, hal-hal tersebut mengerucut
kepada:
1. Kurangnya bekal iman pada diri orangtua
2. Kurangnya nilai-nilai/prinsip pribadi yang membentuk
karakter pribadi orangtua dan dapat diteruskan kepada anak-anak
3. Tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga menyebabkan orangtua harus
menghabiskan banyak waktu untuk pekerjaan dan kekurangan waktu bersama
keluarga, baik untuk rekreasi maupun untuk menanamkan nilai-nilai iman
4. Perkembangan zaman telah membawa perkembangan khas pada
diri anak. Selain bahwa tersedia banyak peralatan (gadget) yang membuat mereka individualis (asyik dengan dunia
sendiri), perkembangan teknologi informasi membuat anak semakin ‘cerdas dan
kritis’ menyikapi berbagai hal, termasuk perilaku orangtuanya sendiri.
5. Adanya persoalan pribadi, misalnya perselisihan dengan
sesama anggota lingkungan. Perselisihan tidak disikapi dengan dewasa dan
menghambat partisipasi orangtua di lingkungan serta tentu saja penanaman nilai
kepada anak-anak.
III. Tawaran Katekese
Melihat situasi di atas
kami memikirkan suatu katekese yang diharapkan dapat membantu umat
menyikapinya. Kami menyimpulkan bahwa para orangtua membutuhkan bantuan dan
pembekalan untuk dapat membina anak-anak mereka. Karena itu kami berusaha memikirkan
materi atau poin-poin yang dapat membangkitkan kesadaran para orangtua dan
memberi inspirasi bagi pembinaan iman anak-anak dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Katekese semacam itu kami sebut “MEMBANGUN SEMANGAT KETELADANAN ORANG TUA KATOLIK DALAM RANGKA
PEMBINAAN IMAN ANAK (USIA BALITA HINGGA REMAJA)”.
Setelah
melihat gambaran situasi di atas kami mulai memikirkan rancangan katekese yang
kiranya sesuai dengan kebutuhan itu. Dari permenungan, kami menemukan beberapa
hal yang kami rangkum dalam sebuah rancangan katekese. Rancangan ini tentu
belum sempurna dan bersifat tawaran kepada Paroki, khususnya bidang/seksi
Keluarga. Dalam kerjasama dengan pihak Paroki dan Lingkungan itulah kami
berharap program ini dapat disempurnakan dan menjadi lebih mengena. Berikut ini
rancangan yang kami tawarkan.
3.1. Sasaran
Katekese
ini kami arahkan terutama bagi para orangtua dari keluarga muda dengan
anak-anak usia remaja.
Tapi pembatasan itu tidak kaku.
Mengingat orangtua dengan anak-anak usia balita juga membutuhkan pembekalan serupa, mereka pun
diberi kesempatan untuk mengikuti katekese ini. Dengan demikian bisa terjadi sharing/berbagi pengalaman
di antara keluarga peserta.
3.2. Materi
Dalam
permenungan, kami menemukan beberapa poin iman yang kiranya perlu disadari dan
dihayati oleh para orangtua agar mereka dapat melaksanakan perannya dalam
pembinaan iman anak-anaknya.
a.
Keluarga adalah Gereja kecil
Gereja adalah persekutuan umat Allah. Dalam konteks
ini, umumnya dipandang juga bahwa keluarga adalah Gereja kecil. Inilah hal
pertama yang perlu disadari oleh para orangtua dalam konteks katekese atau
pemberdayaan ini. Dengan kesadaran ini diharapkan orangtua merasakan bahwa
mereka tidaklah sendirian melainkan, bersama keluarga-keluarga lain, merupakan
bagian dari persekutuan umat Allah yang membentuk Gereja Kristus, dan menyadari
pula bahwa (keluarga) mereka memunyai peran dan tanggung jawab dalam kehidupan
menggereja.
b.
Orangtua adalah pemimpin/gembala Gereja
kecil
Seperti Kristus adalah kepala bagi Gereja-Nya, ada
juga pemimpin-pemimpin Gereja dalam lingkup yang berbeda. Seperti juga Uskup
dan para imam, orangtua pun adalah pemimpin Gereja dalam lingkupnya yang khas.
Orangtua adalah pemimpin dan gembala bagi keluarga yang dibentuknya. Dengan
kesadaran ini diharapkan para orangtua menyadari kembali perannya dan
mendapatkan motivasi untuk melaksanakan perannya itu.
c.
Orangtua adalah teladan iman
Sebagai orang Kristen, orangtua menghayati iman
tidak hanya untuk diri mereka sendiri. Penghayatan iman tentu bisa juga menjadi
kesaksian dan teladan bagi orang-orang lain, khususnya anak-anak mereka. Banyak orang meyakini bahwa pewartaan
yang paling efektif adalah dengan kesaksian hidup. Hal ini pun perlu disadari
oleh setiap orangtua. Dengan kesadaran ini diharapkan orangtua terbantu untuk
semakin menghayati imannya dan mulai mengusahakan tindakan-tindakan konkret
dalam keluarganya yang dapat menjadi teladan bagi anak-anak mereka.
d.
Orangtua adalah orang-orang Kristen
Menurut kami identitas atau jatidiri ini adalah hal mendasar
yang tidak boleh diabaikan oleh setiap orangtua. Mereka perlu menyadari bahwa
mereka adalah pengikut Kristus, yang tentu saja harus meneladan hidup-Nya.
Kesadaran ini diharapkan dapat mendorong mereka untuk menghayati dengan lebih
baik hidupnya sebagai orang-orang beriman. Hanya dengan penghayatan yang
memadai para orangtua dapat melaksanakan semua peran yang diuraikan di atas. Dalam
hal ini, ditekankan upaya-upaya membantu para orangtua membangun dan
melaksanakan keutamaan-keutamaan iman, harap dan kasih, seperti diajarkan Yesus
sendiri.
Selain
perlu memiliki iman yang mantap, orangtua juga perlu memiliki keterampilan
komunikasi yang memadai. Komunikasi yang baik akan membantu proses keteladanan
dan pembinaan iman bagi anak. Karena itu, selain poin-poin iman tersebut di
atas, kami melihat materi yang perlu diberikan dalam katekese ini adalah soal
keterampilan berkomunikasi.
3.3. Metode
Hal-hal
yang menjadi inti pengajaran dalam katekese ini tentu perlu disampaikan kepada
para orangtua dengan metode yang tepat, agar pesannya sungguh tersampaikan dan
katekese dapat diharapkan berdampak dalam kehidupan menggereja mereka. Tentu
banyak metode yang dapat dipikirkan. Dari sekian yang ada, kami memilih
penggabungan metode retret, latihan dan pertemuan berkala. Dengan metode
seperti ini diharapkan bahwa inti pengajaran di atas dapat tersampaikan tidak
hanya sekali dan selesai, tapi juga dapat diusahakan pembinaan
berkelanjutannya, paling kurang dalam jangka yang amat pendek.
Sebagai
langkah pertama, akan diadakan retret bagi para orangtua. Retret ini diharapkan
menjadi pengkondisian awal dari seluruh rangkaian program katekese ini. Dalam
retret ini semua materi akan disampaikan secara berurutan. Di akhir retret akan
dilakukan pemberian tugas sebagai bahan latihan selama satu bulan berikutnya.
Setelah
retret sebagai pengkondisian selesai, para orangtua mendapat kesempatan untuk
melatihkan penghayatan poin-poin iman dan keterampilan komunikasi yang
disampaikan dalam retret. Secara khusus, latihan akan dipandu dengan tugas-tugas
sederhana namun konkret yang dapat diusahakan oleh setiap orangtua dalam
lingkup keluarga mereka masing-masing. Para orangtua diberi waktu yang leluasa
(satu bulan) dan kesempatan untuk menyesuaikan latihan mereka dengan situasi
hidup mereka masing-masing. Latihan-latihan dilaksanakan sesuai tema dengan
urutan sebagai berikut:
1. “Orangtua
sebagai orang Kristen”,
2. “Orangtua
sebagai teladan iman”,
3. “Keluarga
sebagai Gereja kecil” dan
4. “Orangtua
sebagai gembala Gereja kecil”.
Dalam melatihkan tema-tema tersebut, para orangtua
pun didorong untuk melatihkan keterampilan komunikasi yang disampaikan.
Setelah
berlatih selama sebulan, ada kesempatan bagi para orangtua untuk bertemu dan
berkumpul bersama. Pertemuan berkala dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada
mereka untuk saling berbagi pengalaman, memberi dan menerima masukan, dan juga
menyegarkan kembali ingatan tentang materi pengajaran serta memberikan
tugas-tugas baru untuk masa satu bulan berikutnya sesuai tema.
3.4. Pelaksanaan
Retret
Waktu : 5 hari
Tempat : di rumah-rumah umat
Jadwal : setiap hari ada pertemuan +/- 60 - 90 menit
Hari I : Keluarga
adalah Gereja kecil
Hari II : Orangtua
sebagai pemimpin Gereja kecil
Hari III : Orangtua
sebagai teladan iman
Hari IV : Orangtua sebagai
orang Kristen (+ komunikasi)
Hari V : pemberian tugas
+ misa penutup
(Dalam retret ini dilibatkan juga pasutri senior
yang berpengalaman. Mereka diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan
para peserta. Para peserta bisa menimba wawasan dalam pembinaan iman anak.)
Contoh Modul: lih. Lampiran
a.
Tugas
dan Latihan
Waktu : 1 bulan
Tempat : keluarga masing-masing
Jadwal : setiap bulan ada latihan dengan tema tertentu
Bulan I : orangtua sebagai orang Kristen (+
komunikasi)
Bulan II : orangtua sebagai teladan iman (+ komunikasi)
Bulan III : keluarga sebagai Gereja kecil (+
komunikasi)
Bulan IV : orangtua sebagai
pemimpin/gembala Gereja kecil (+ komunikasi)
Contoh
Tugas
:
1.
Orangtua sebagai orang kristen
Merayakan ekaristi
mingguan (jika mungkin harian), membaca KS, menyediakan waktu untuk saat teduh
dan berdoa, melakukan perbuatan-perbuatan baik
2.
Orangtua
sebagai teladan iman
Mengajak anak untuk merayakan ekaristi, mengenalkan anak
dengan KS, mengajari anak berdoa, memberi inspirasi kepada anak untuk berbuat
baik
3.
Keluarga
sebagai Gereja kecil
Makan bersama, berdoa bersama, berbagi tugas untuk saling
melayani
4.
Orangtua
sebagai pemimpin Gereja kecil
Orangtua mengajak
anak bicara, mendengarkan cerita dan kebutuhannya, mengajarkan perbuatan baik
b.
Pertemuan bulanan
Waktu : setengah
hari
Tempat : rumah
umat, bergiliran tiap bulan
Jadwal : setiap
bulan ada pertemuan dengan tema sesuai urutan ditutup
dengan Ekaristi
Dinamika pertemuan:
-
Ice-breaking
-
Sharing pengalaman (juga dengan pasutri
senior), memberikan masukan
-
Pemberian materi tugas untuk bulan
berikutnya
-
Ekaristi
c.
Penutupan
Waktu : Akhir seluruh
Kegiatan
Tempat : rumah umat
Susunan Acara :
1. Lagu
Pembukaan
2. Doa
Pembukaan
3. Pengantar
4. Review
hasil pertemuan bulanan
-
Petugas mengajak umat untuk melihat
kembali segala proses retret yang telah
dijalani
5. Komitmen
Bersama (dipersembahkan dalam misa)
-
Dalam bentuk doa, puisi, lagu,
barang-barang sebagai simbolisasi dari komitmen tersebut.
6. Peneguhan
7. Doa
dan Lagu Penutup
8. Ekaristi
III. PENUTUP
Demikianlah hasil upaya kami menggagas suatu katekese
untuk kelompok umat dewasa, secara khusus para orangtua dengan anak usia
balita. Tentu rancangan ini jauh dari sempurna. Tetapi kiranya ini bisa menjadi
inspirasi dalam pemberdayaan orangtua katolik agar menyadari peran dan
tanggungjawabnya dalam menyiapkan kader-kader penerus yang mau terlibat dalam
kegiatan-kegiatan menggereja.
Harapan
terdalam dari kelompok bahwa orang tua harus menyadari bahwa anak-anak mereka
menjadi masa depan Gereja. Generasi orang tua yang sekarang ini terlibat
membangun Gereja di kemudian hari akan diganti oleh anak-anak mereka. Sehingga
mereka senantiasa disadarkan untuk menanamkan iman yang kuat kepada anak-anak.
Orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam menumbuhkan iman anak-anak mereka
agar memiliki iman yang mendalam dalam membangun Gereja yang hidup dan
berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar