Jumat, 07 September 2012


MEMBANGUN SEMANGAT KETELADANAN ORANG TUA KATOLIK
DALAM RANGKA PEMBINAAN IMAN ANAK
(USIA BALITA HINGGA REMAJA)

I.             PENDAHULUAN
Keluarga adalah sekolah pertama untuk menanamkan kebajikan Kristiani. Keluarga adalah juga persekutuan umat Allah. Pembinaan iman anak-anak dimulai dalam keluarga. Awal penanaman dan pembinaan iman Kristiani yang paling mendasar dilakukan dalam keluarga.
Sayangnya, tidak sedikit keluarga Kristiani yang mengalami kesulitan dalam menanamkan kebajikan iman tersebut. Persoalan semacam ini juga telah menjadi keprihatinan para keluarga di lingkungan Santo Thomas paroki Tidar Malang. Kondisi komunikasi yang macet, kesibukan orang tua dalam mencari nafkah, pengaruh teknologi dan media massa, pola hidup konsumtif, mental ‘tidak mau repot’ adalah beberapa contoh alasan mengapa orang tua menghadapi tantangan yang besar untuk melaksanakan peran mereka sebagai pendidik utama bagi anak-anak dalam keluarga, terutama dalam pendidikan iman.
Padahal, menurut Dokumen Familiaris Consortio, keluarga dan orangtua memegang peran utama dalam pembinaan iman anak:
“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, orang tua terikat kewajiban amat serius  untuk mendidik anak-anak mereka. Maka orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka[1]. Dengan demikian, orang tua harus menyediakan waktu bagi anak-anak untuk membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi yang mengenal dan mengasihi Allah. Kewajiban dan hak orangtua untuk mendidik anak-anak mereka tidak dapat seluruhnya digantikan ataupun dialihkan kepada orang lain.[2]

Orang tua sebagai pendidik utama dalam hal iman kepada anak-anak berarti orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan terlibat dalam proses pendidikan anak-anaknya. Orang tua sendiri harus mempraktekkan imannya, berusaha untuk hidup kudus, dan terus menerapkan ajaran iman dalam kehidupan keluarga di rumah. Ini adalah sangat penting,   agar anak melihat bahwa iman itu bukan hanya untuk diajarkan tetapi untuk dilakukan, dan diteruskan lagi kemudian, jika anak-anak sendiri membentuk keluarga di kemudian hari.
Oleh karena itu, diperlukan pembinaan bagi orangtua muda agar menyadari peran dan tanggung jawabnya. Secara konkret, salah satunya, diperlukan katekese yang dapat membantu mereka menyadari hal tersebut dan kemudian mengusahakan pembinaan yang diperlukan bagi anak-anak mereka.
Kami berusaha merancang suatu katekese untuk kelompok dewasa. Dengan harapan dapat menggagas sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan, kami mencoba menggali persoalan yang dihadapi oleh umat. Karena pertimbangan waktu dan beberapa keterbatasan lain, kami memutuskan untuk melihat gambaran yang terdapat di Lingkungan St. Tomas, Klaseman, Paroki St. Andreas, Tidar. Harus diakui, penggalian informasi dan pemetaan masalah di lingkungan ini tidak dapat dikatakan mendalam dan akurat. Tetapi lewat wawancara dengan beberapa tokoh umat, kami bisa memeroleh gambaran umum mengenai situasi umat di sana. Dari sekian hal yang terungkap, kami mengarahkan perhatian kepada persoalan pembinaan iman orang tua anak dalam keluarga muda. Berikut ini akan kami uraikan gambaran umum situasi Paroki Tidar dan masyarakat di sekitar Lingkungan Klaseman, serta situasi khusus yang melatarbelakangi gagasan katekese ini.

II.          PEMETAAN SITUASI
2.1.      Situasi Umum Paroki Tidar
Paroki St. Andreas Tidar merupakan salah satu paroki yang berada di kota Malang. Karena berada di kota, maka pergerakan umat adalah hal yang sangat mungkin terjadi. Menurut data jumlah umat, hampir setiap tahun jumlah umat semakin bertambah. Hal ini ditandai selain oleh perkawinan dan baptisan di beberapa wilayah di sekitar paroki dan dibukanya perumahan-perumahan baru. Paroki Tidar memiliki 9 lingkungan. Di lihat dari sudut ekonomi, mayoritas umat memiliki ekonomi menengah ke atas. Tidak dapat diragukan lagi bahwa secara finansial, umat dapat menghidupi kebutuhan paroki. Tetapi apakah umat sudah mengalami apa yang dinamakan pertumbuhan iman? Salah satu fenomena menarik yang bisa diamati dari sekian hal yang menarik dari paroki ini ialah sejauhmana Paroki menaruh perhatian bagi pembinaan iman dalam keluarga.                                                                                                             
Dilihat dari kebutuhan pastoral ini, Paroki dalam perangkat dewannya sudah menyiapkan seksi khusus yang disebut seksi keluarga yang memberi perhatian khusus bagi terselenggaranya pastoral keluarga. Adapun beberapa program kerja yang dilakukan seksi ini ialah mengkoordinasi warta keluarga dalam sebuah situs internet dan majalah paroki, mengadakan rekoleksi dan retret keluarga yang sekiranya terbuka bagi keluarga yang hendak mengikuti, juga dalam kerjasama dengan romo paroki mengadakan kunjungan keluarga yang bermasalah.

2.2.      Situasi Umum Lingkungan Klaseman (Masyarakat Sekitar)
Umat lingkungan St. Thomas Klasman termasuk kategori kelompok minoritas yang hidup di tengah mayoritas umat Muslim. Tetapi hal ini tidak menjadi pengahalang bagi umat Katolik dalam membangun relasi dengan umat beragama lain. Dalam relasinya dengan umat Islam sebagai kelompok mayoritas, umat Kristen sudah terbiasa membangun rasa kekeluargaan dan menjunjung tinggi nilai toleransi. Beberapa contoh konkret yang bisa ditunjukan misalnya adanya tradisi silahturahmi pada hari besar seperti Natal maupun Idul Fitri antar sesama umat beragama. Atau juga ada kegiatan sosial lingkungan, seperti kegiatan para ibu PKK dalam  memperhatikan para lansia dan menggerakkan para ibu di wilayah RT untuk mengunjungi orang sakit. Selain itu, umat katolik tidak pernah mengalami kesulitan atau gangguan dalam  menjalankan  kegiatan rohani seperti doa lingkungan, latihan koor, katekese, misa lingkungan dan sebagainya.
Beberapa hal mendasar yang sekiranya melatarbelakangi hal ini ialah fakta bahwa sebagian umat, sebelum menjadi katolik, menganut agama Islam. Oleh karena perkawinan,  pengenalan dengan umat katolik ataupun pengalaman disentuh akhirnya mereka terpanggil untuk menjadi katolik. Oleh karena itu, tidak mengherankan, misalnya, bahwa dalam keluarga besar anggota keluarga menganut agama berbeda; ada yang Islam, Katolik maupun Kristen. Rasa kekeluargaan yang dibawa dari keluarga juga dengan sendirinya dibawa dalam suasana toleransi hidup beragama. Selain itu, lingkungan St. Thomas berada di daerah perkampungan yang senantiasa dijiwai oleh rasa keakraban, saling membantu dan mengedepankan rasa persaudaraan.

2.3.      Lingkungan St. Thomas
Lingkungan St. Thomas, Klaseman, diketuai oleh Ibu Valentina Siti Mariyam. Lingkungan ini terletak di antara empat lingkungan di wilayah Paroki Tidar. Di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah lingkungan St. Kristoforus. Di sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah lingkungan St. Antonius. Di sebelah Barat berbatasan dengan wilayah lingkungan St. Yakobus. Dan di sebelah Timur berbatasan dengan wilayah lingkungan St. Yohanes. Mata pencaharian umat lingkungan Klaseman pada umumnya sebagai wiraswasta.
Umat di lingkungan St. Thomas berjumlah 48 kepala keluarga. Dari jumlah ini, umat yang berstatus kawin campur berjumlah 5 kepala keluarga, umat yang termasuk keluarga muda berjumlah 20 kepala keluarga (usia perkawinan 1 s.d. 7 tahun). Sedangkan jumlah umat dilihat dari usia (perkepala) berjumlah 158 orang, yang meliputi; usia balita s.d. kelas 4 berjumlah 19 orang; kelas 5 s.d. SMA berjumlah 16 orang; Perguruan Tinggi berjumlah 31 orang; usia lansia berjumlah 30 orang; usia produktif berjumlah 62 orang.
Pada umumnya umat lingkungan St. Thomas masih memiliki kekerabatan yang cukup dekat. Dan jarak tempat tinggal umat satu dengan yang lainnya cukup dekat. Oleh karena itu keguyupan atau kerukunan di antara umat di lingkungan tersebut sangat erat.

2.4.   Situasi Khusus
Dalam wawancara dengan bapak – ibu Efendi, Ibu Anas, Ibu Valentina Siti Mariyam (Ketua Lingkungan) dan Bapak Herman Poer terungkap adanya fenomena bahwa OMK di lingkungan ini tidak cukup terlibat dalam kegiatan menggereja dan sulit digerakkan dalam berbagai kegiatan. Dari sekian banyak (+/- 41 orang) OMK di lingkungan ini, yang biasa terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan menggereja hanya pribadi-pribadi tertentu saja yang jumlahnya amat sedikit (4 – 6 orang). Dalam usaha menyikapi situasi tersebut telah dilakukan berbagai usaha, misalnya melibatkan frater untuk mendampingi mereka dan mengadakan kegiatan yang beragam.  Selain itu juga telah dilakukan pendekatan kepada para orangtuanya. Namun situasi nampaknya tidak juga berubah.
Dengan demikian disimpulkan bahwa dari sekian faktor yang memengaruhi minimnya keterlibatan OMK dalam kegiatan menggereja, hal yang mendasar adalah kurangnya pembinaan dalam keluarga. Dalam pembicaraan terungkap bahwa dalam berbagai kesempatan orangtua mengalami hal-hal seperti:
-          Anak membantah ketika diajari atau diberitahu sesuatu, atau juga diminta untuk mengikuti kegiatan Gereja
-          Anak tidak membantah tapi juga tidak melakukan instruksi atau ajaran orangtua
-          Anak memberikan banyak alasan untuk tidak melakukan apa yang diajarkan atau diinstruksikan
-          Anak lebih tertarik kepada peralatan elektronik seperti HP, Blackberry atau komputer dan internet
Dari semua pembicaraan itu kami menyimpulkan bahwa para orangtua ini menghadapi kesulitan dalam membina anak-anak mereka, baik secara instruktif lewat pengajaran maupun secara tidak langsung lewat keteladanan hidup.
Dari keterangan yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa kesulitan mendasar tersebut dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Jika dirinci, hal-hal tersebut mengerucut kepada:
1.      Kurangnya bekal iman pada diri orangtua
2.      Kurangnya nilai-nilai/prinsip pribadi yang membentuk karakter pribadi orangtua dan dapat diteruskan kepada anak-anak
3.      Tuntutan kebutuhan ekonomi  keluarga menyebabkan orangtua harus menghabiskan banyak waktu untuk pekerjaan dan kekurangan waktu bersama keluarga, baik untuk rekreasi maupun untuk menanamkan nilai-nilai iman
4.      Perkembangan zaman telah membawa perkembangan khas pada diri anak. Selain bahwa tersedia banyak peralatan (gadget) yang membuat mereka individualis (asyik dengan dunia sendiri), perkembangan teknologi informasi membuat anak semakin ‘cerdas dan kritis’ menyikapi berbagai hal, termasuk perilaku orangtuanya sendiri.
5.      Adanya persoalan pribadi, misalnya perselisihan dengan sesama anggota lingkungan. Perselisihan tidak disikapi dengan dewasa dan menghambat partisipasi orangtua di lingkungan serta tentu saja penanaman nilai kepada anak-anak.
III.    Tawaran Katekese
Melihat situasi di atas kami memikirkan suatu katekese yang diharapkan dapat membantu umat menyikapinya. Kami menyimpulkan bahwa para orangtua membutuhkan bantuan dan pembekalan untuk dapat membina anak-anak mereka. Karena itu kami berusaha memikirkan materi atau poin-poin yang dapat membangkitkan kesadaran para orangtua dan memberi inspirasi bagi pembinaan iman anak-anak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Katekese semacam itu kami sebut “MEMBANGUN SEMANGAT KETELADANAN ORANG TUA KATOLIK DALAM RANGKA PEMBINAAN IMAN ANAK (USIA BALITA HINGGA REMAJA)”.
Setelah melihat gambaran situasi di atas kami mulai memikirkan rancangan katekese yang kiranya sesuai dengan kebutuhan itu. Dari permenungan, kami menemukan beberapa hal yang kami rangkum dalam sebuah rancangan katekese. Rancangan ini tentu belum sempurna dan bersifat tawaran kepada Paroki, khususnya bidang/seksi Keluarga. Dalam kerjasama dengan pihak Paroki dan Lingkungan itulah kami berharap program ini dapat disempurnakan dan menjadi lebih mengena. Berikut ini rancangan yang kami tawarkan.

3.1.   Sasaran
Katekese ini kami arahkan terutama bagi para orangtua dari keluarga muda dengan anak-anak usia remaja. Tapi pembatasan itu tidak kaku. Mengingat orangtua dengan anak-anak usia balita juga membutuhkan pembekalan serupa, mereka pun diberi kesempatan untuk mengikuti katekese ini. Dengan demikian bisa terjadi sharing/berbagi pengalaman di antara keluarga peserta.

3.2.   Materi
Dalam permenungan, kami menemukan beberapa poin iman yang kiranya perlu disadari dan dihayati oleh para orangtua agar mereka dapat melaksanakan perannya dalam pembinaan iman anak-anaknya.
a.             Keluarga adalah Gereja kecil
Gereja adalah persekutuan umat Allah. Dalam konteks ini, umumnya dipandang juga bahwa keluarga adalah Gereja kecil. Inilah hal pertama yang perlu disadari oleh para orangtua dalam konteks katekese atau pemberdayaan ini. Dengan kesadaran ini diharapkan orangtua merasakan bahwa mereka tidaklah sendirian melainkan, bersama keluarga-keluarga lain, merupakan bagian dari persekutuan umat Allah yang membentuk Gereja Kristus, dan menyadari pula bahwa (keluarga) mereka memunyai peran dan tanggung jawab dalam kehidupan menggereja.
b.            Orangtua adalah pemimpin/gembala Gereja kecil
Seperti Kristus adalah kepala bagi Gereja-Nya, ada juga pemimpin-pemimpin Gereja dalam lingkup yang berbeda. Seperti juga Uskup dan para imam, orangtua pun adalah pemimpin Gereja dalam lingkupnya yang khas. Orangtua adalah pemimpin dan gembala bagi keluarga yang dibentuknya. Dengan kesadaran ini diharapkan para orangtua menyadari kembali perannya dan mendapatkan motivasi untuk melaksanakan perannya itu.
c.             Orangtua adalah teladan iman
Sebagai orang Kristen, orangtua menghayati iman tidak hanya untuk diri mereka sendiri. Penghayatan iman tentu bisa juga menjadi kesaksian dan teladan bagi orang-orang lain, khususnya anak-anak mereka. Banyak orang meyakini bahwa pewartaan yang paling efektif adalah dengan kesaksian hidup. Hal ini pun perlu disadari oleh setiap orangtua. Dengan kesadaran ini diharapkan orangtua terbantu untuk semakin menghayati imannya dan mulai mengusahakan tindakan-tindakan konkret dalam keluarganya yang dapat menjadi teladan bagi anak-anak mereka.
d.            Orangtua adalah orang-orang Kristen
Menurut kami identitas atau jatidiri ini adalah hal mendasar yang tidak boleh diabaikan oleh setiap orangtua. Mereka perlu menyadari bahwa mereka adalah pengikut Kristus, yang tentu saja harus meneladan hidup-Nya. Kesadaran ini diharapkan dapat mendorong mereka untuk menghayati dengan lebih baik hidupnya sebagai orang-orang beriman. Hanya dengan penghayatan yang memadai para orangtua dapat melaksanakan semua peran yang diuraikan di atas. Dalam hal ini, ditekankan upaya-upaya membantu para orangtua membangun dan melaksanakan keutamaan-keutamaan iman, harap dan kasih, seperti diajarkan Yesus sendiri.
            Selain perlu memiliki iman yang mantap, orangtua juga perlu memiliki keterampilan komunikasi yang memadai. Komunikasi yang baik akan membantu proses keteladanan dan pembinaan iman bagi anak. Karena itu, selain poin-poin iman tersebut di atas, kami melihat materi yang perlu diberikan dalam katekese ini adalah soal keterampilan berkomunikasi.
3.3.   Metode
Hal-hal yang menjadi inti pengajaran dalam katekese ini tentu perlu disampaikan kepada para orangtua dengan metode yang tepat, agar pesannya sungguh tersampaikan dan katekese dapat diharapkan berdampak dalam kehidupan menggereja mereka. Tentu banyak metode yang dapat dipikirkan. Dari sekian yang ada, kami memilih penggabungan metode retret, latihan dan pertemuan berkala. Dengan metode seperti ini diharapkan bahwa inti pengajaran di atas dapat tersampaikan tidak hanya sekali dan selesai, tapi juga dapat diusahakan pembinaan berkelanjutannya, paling kurang dalam jangka yang amat pendek.
Sebagai langkah pertama, akan diadakan retret bagi para orangtua. Retret ini diharapkan menjadi pengkondisian awal dari seluruh rangkaian program katekese ini. Dalam retret ini semua materi akan disampaikan secara berurutan. Di akhir retret akan dilakukan pemberian tugas sebagai bahan latihan selama satu bulan berikutnya.
Setelah retret sebagai pengkondisian selesai, para orangtua mendapat kesempatan untuk melatihkan penghayatan poin-poin iman dan keterampilan komunikasi yang disampaikan dalam retret. Secara khusus, latihan akan dipandu dengan tugas-tugas sederhana namun konkret yang dapat diusahakan oleh setiap orangtua dalam lingkup keluarga mereka masing-masing. Para orangtua diberi waktu yang leluasa (satu bulan) dan kesempatan untuk menyesuaikan latihan mereka dengan situasi hidup mereka masing-masing. Latihan-latihan dilaksanakan sesuai tema dengan urutan sebagai berikut:
1.      “Orangtua sebagai orang Kristen”,
2.      “Orangtua sebagai teladan iman”,
3.      “Keluarga sebagai Gereja kecil” dan
4.      “Orangtua sebagai gembala Gereja kecil”.
Dalam melatihkan tema-tema tersebut, para orangtua pun didorong untuk melatihkan keterampilan komunikasi yang disampaikan.
Setelah berlatih selama sebulan, ada kesempatan bagi para orangtua untuk bertemu dan berkumpul bersama. Pertemuan berkala dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk saling berbagi pengalaman, memberi dan menerima masukan, dan juga menyegarkan kembali ingatan tentang materi pengajaran serta memberikan tugas-tugas baru untuk masa satu bulan berikutnya sesuai tema.
3.4.   Pelaksanaan
Retret
Waktu          : 5 hari
Tempat         : di rumah-rumah umat
Jadwal          : setiap hari ada pertemuan +/- 60 - 90 menit
  Hari I             : Keluarga adalah Gereja kecil
  Hari II           : Orangtua sebagai pemimpin Gereja kecil                             
  Hari III          : Orangtua sebagai teladan iman
  Hari IV          : Orangtua sebagai orang Kristen (+ komunikasi)
  Hari V           : pemberian tugas + misa penutup
(Dalam retret ini dilibatkan juga pasutri senior yang berpengalaman. Mereka diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan para peserta. Para peserta bisa menimba wawasan dalam pembinaan iman anak.)
                                Contoh Modul: lih. Lampiran

a.      Tugas dan Latihan
Waktu          : 1 bulan
Tempat         : keluarga masing-masing
Jadwal          : setiap bulan ada latihan dengan tema tertentu
  Bulan I          : orangtua sebagai orang Kristen (+ komunikasi)
  Bulan II         : orangtua sebagai teladan iman (+ komunikasi)
  Bulan III       : keluarga sebagai Gereja kecil (+ komunikasi)
  Bulan IV       : orangtua sebagai pemimpin/gembala Gereja kecil (+ komunikasi)
Contoh Tugas :
1.       Orangtua sebagai orang kristen
Merayakan ekaristi mingguan (jika mungkin harian), membaca KS, menyediakan waktu untuk saat teduh dan berdoa, melakukan perbuatan-perbuatan baik
2.      Orangtua sebagai teladan iman
Mengajak anak untuk merayakan ekaristi, mengenalkan anak dengan KS, mengajari anak berdoa, memberi inspirasi kepada anak untuk berbuat baik
3.      Keluarga sebagai Gereja kecil
Makan bersama, berdoa bersama, berbagi tugas untuk saling melayani
4.      Orangtua sebagai pemimpin Gereja kecil
Orangtua mengajak anak bicara, mendengarkan cerita dan kebutuhannya, mengajarkan perbuatan baik

b.         Pertemuan bulanan
Waktu                      : setengah hari
Tempat                     : rumah umat, bergiliran tiap bulan
Jadwal                      : setiap bulan ada pertemuan dengan tema sesuai urutan ditutup
  dengan Ekaristi
   Dinamika pertemuan:
-             Ice-breaking
-             Sharing pengalaman (juga dengan pasutri senior), memberikan masukan
-             Pemberian materi tugas untuk bulan berikutnya
-             Ekaristi

c.       Penutupan
Waktu              : Akhir seluruh Kegiatan
Tempat             : rumah umat
Susunan Acara :
1.      Lagu Pembukaan
2.      Doa Pembukaan
3.      Pengantar
4.      Review hasil pertemuan bulanan
-                Petugas mengajak umat untuk melihat kembali segala proses retret yang telah
dijalani
5.      Komitmen Bersama (dipersembahkan dalam misa)
-    Dalam bentuk doa, puisi, lagu, barang-barang sebagai simbolisasi dari komitmen tersebut.
6.      Peneguhan
7.      Doa dan Lagu Penutup
8.      Ekaristi

III.       PENUTUP
Demikianlah hasil upaya kami menggagas suatu katekese untuk kelompok umat dewasa, secara khusus para orangtua dengan anak usia balita. Tentu rancangan ini jauh dari sempurna. Tetapi kiranya ini bisa menjadi inspirasi dalam pemberdayaan orangtua katolik agar menyadari peran dan tanggungjawabnya dalam menyiapkan kader-kader penerus yang mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan menggereja.
Harapan terdalam dari kelompok bahwa orang tua harus menyadari bahwa anak-anak mereka menjadi masa depan Gereja. Generasi orang tua yang sekarang ini terlibat membangun Gereja di kemudian hari akan diganti oleh anak-anak mereka. Sehingga mereka senantiasa disadarkan untuk menanamkan iman yang kuat kepada anak-anak. Orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam menumbuhkan iman anak-anak mereka agar memiliki iman yang mendalam dalam membangun Gereja yang hidup dan berkembang.
             


[1] Konsili Vatikan II, Gravissimum Educationis 3, lihat juga KGK 1653 dan Familiaris Consortio art. 36.
[2] Ibid., Familiaris Consortio 36.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar